Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengatasi Permasalahan Pendidikan Daerah Maju, Sedang dan 3T (Terpencil, Terluar dan Tertinggal) di Indonesia


Pendidikan adalah nafas dari kehidupan. Pendidikan juga merupakan tumpuan suatu bangsa agar dapat berdiri kokok, terhormat dan bisa bergaul sejajar dengan bangsa-bangsa yang lain. Oleh sebab itu, pendidikan sangat penting untuk diperjuangkan. Perkembangan pendidikan di Indonesia saat ini nampaknya sudah menuju ke arah perbaikan meskipun masih sangat sulit untuk memberikan perhatian yang merata pada tiap daerah terlebih di era otonomi daerah saat ini. Dari sabang sampai merauke adalah salah satu lagu yang menggambarkan betapa luasnya Indonesia. Selain itu, Indonesia juga merupakan negara kepulauan di mana antara daerah yang satu dengan daerah yang lain tersekat oleh lautan. Oleh sebab itu, masing-masing daerah di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan karakteristik seperti budaya, ekonomi masyarakat, topografi, letak dan sebagainya merupakan beberapa hal yang mempengaruhi suatu daerah dikategorikan sebagai daerah maju, sedang atau tertinggal.
Dalam dunia pendidikan, baik daerah maju, sedang maupun tertinggal juga memiliki banyak perbedaan. Daerah maju dalam segi pendidikan umumnya telah memiliki kesiapan mental yang tinggi untuk menghadapi perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut tentunya didukung pula dengan sumber daya pengajar (guru) yang berkualitas dan memiliki disiplin tinggi. Jika berbicara tentang fasilitas pendidikan di daerah maju, maka tidak perlu diragukan lagi kehebatannya. Oleh sebab itu, di daerah maju hampir tidak memiliki masalah di bidang pendidikan secara umum. Adapun masalah yang muncul biasanya adalah adanya persaingan antar sekolah. Menurut hemat saya persaingan antar sekolah dalam hal prestasi justru dapat meningkatkan kualitas pendidikan di daerah maju tersebut selama persaingan tersebut sehat. Oleh sebab itu, segala bentuk persaingan pendidikan harus terus terpantau oleh dinas pendidikan setempat.
Daerah maju memang paling menonjol dalam bidang pendidikan, namun di daerah sedang juga masih memiliki harapan yang tinggi terhadap pendidikan meskipun fasilitas dan sumber daya pengajar tidak sebaik di daerah maju. Di daerah sedang umumnya terdapat beberapa sekolah yang sangat baik, bahkan hampir setara dengan sekolah-sekolah di daerah maju, namun di sisi lain masih terdapat pula sekolah-sekolah yang kualitasnya masih kurang baik. Dalam pelaksanaan pendidikan di daerah sedang masalah utamanya adalah kemampuan dan kedisiplinan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Di daerah sedang umumnya masih banyak guru yang mengajar hanya sekedar menyampaikan informasi yang ada di buku, sedangkan seperti kita ketahui bahwa paradigma pendidikan saat ini mengarah kepada teori kontruktivis, yaitu siswa membangun sendiri pengetahuannya. Oleh sebab itu, guru perlu diikutkan ke dalam pelatihan-pelatihan maupun forum diskusi sejawat yang dapat mengasah kemampuan mengajarnya dengan mengunakan berbagai model dan metode yang sejalan dengan teori kontruktivis.
Daerah maju maupun daerah sedang tidak memiliki permasalahan pendidikan yang kompleks seperti di daerah 3T. Daerah 3T adalah julukan bagi daerah terpencil, terluar dan tertinggal di kawasan Indonesia tercinta. Daerah ini memiliki permasalahan yang kompleks secara umum, antara lain kesejahteraan masyarakat masih sangat rendah, tidak adanya infrastruktur yang mendukung kegiatan sosial-ekonomi masyarakat, hingga hal yang vital seperti kesehatan dan pendidikan pun juga jauh dari kata layak. Dalam hal pendidikan, amandemen UUD 1945 pasal 31 menyatakan bahwa (1) setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.  Dari kedua pasal tersebut jelas bahwa masyarakat di daerah 3T yang merupakan warga negara Indonesia memiliki hak dan kewajiban atas pendidikan yang layak. Namun kenyataan di lapangan, terdapat beberapa permasalah pokok  yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan di daerah 3T di antaranya dapat dipaparkan sebagai berikut.
1.      Sarana dan prasarana pendidikan yang tidak layak
Sebagian besar anak-anak di wilayah 3T belajar di dalam gedung sekolah yang kurang memadai, bahkan ada gedung sekolah yang semi permanen, beratapkan jerami, beralaskan tanah, berdinding bambu. Kemudian sarana belajar juga jauh dari kata layak.
2.      Tenaga pendidik (guru) yang kurang memadai
Di daerah 3T permasalahan lain yang utama adalah kurangnya jumlah guru yang kompeten. Tidak jarang di daerah 3T ini merekrut lulusan SMA untuk menjadi guru. Hal ini tentunya akan menambah sulitnya daerah 3T untuk bergerak maju.
3.      Pelaksanaan pendidikan yang tidak dapat sejalan dengan kurikulum yang berlaku
Jika berbicara mengenai kurikulum maka daerah 3T dapat dikatakan tidak mampu menjalankan kurikulum dengan baik. Jangankan untuk menjalankan kurikulum yang berlaku, untuk dapat belajar setiap hari saja sudah sulit dan banyak tantangan. Oleh sebab itu, beberapa kasus di daerah 3T umumnya anak usia SD masih terpusat pada belajar Calistung (baca, tulis, hitung) baik kelas rendah maupun kelas tinggi. Jika daerah ini dipaksa untuk sejalan dengan kurikulum tentunya akan menjadi permasalahan baru yang mungkin tidak dapat diatasi oleh para tenaga pendidik yang terbatas kemampuan dan jumlahnya.
Untuk mengatasi permasalah pokok di atas maka saya akan memaparkan beberapa solusi yang mungkin bisa dijalankan demi pemerataan pendidikan di Indonesia, khususnya di daerah 3T. Adapun solusi yang saya buat berkaitan dengan beberapa permasalahan pokok di atas adalah sebagai berikut.
1.      Mengatasi masalah sarana dan prasarana pendidikan yang tidak layak
Amanat amandemen UUD 1945 pasal 31 juga menjelaskan bahwa anggaran pendidikan minimal adalah 20% dari APBN. Dari kenyataan tersebut tentunya pemerintah sudah  selayaknya dapat memberikan prioritas terhadap pembangunan sarana dan prasarana di daerah 3T. Pembangunan tersebut tentunya harus dilakukan dengan melibatkan peran serta masyarakat sehingga pembangunan dapat dikontrol oleh masyarakat. Pembangunan juga dapat melibatkan beberapa perusahaan besar untuk menjadi donatur. Berkaitan dengan pembangunan sarana dan prasarana ini murni peran dan kerjasama pemerintah pusat, pemerintah daerah dan dinas terkait adalah kunci utamanya.
2.      Mengatasi masalah tenaga pendidik (guru) yang kurang memadai baik dari jumlah maupun kompetensi
Tenaga pendidik merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pendidikan. Di daerah 3T tenaga pendidik yang kurang memadai dari segi jumlah dan kompetensi baiknya dapat diatasi dengan berbagai program. Salah satu program yang telah dijalankan pemerintah saat ini melalui Dikti yaitu program SM3T. Namun hal itu saja tidak cukup, kompetensi seorang sarjana mungkin hanya dapat memberikan bantuan tenaga dalam jangka waktu sekitar 1 tahun, selepas itu mereka kembali ke daerah asal. Jika benar-benar ingin merubah daerah 3T maka diperlukan program yang lebih matang, tidak hanya melibatkan para sarjana namun para profesor pun perlu berpartisipasi.
Dalam pandangan dan cita-cita saya sebagai pendidik, jika saja ilmu yang dimiliki para profesor di perguruan tinggi dapat diterapkan di tingkat bawah yaitu di sekolah dasar secara langsung maka mungkin pemerataan pendidikan akan terjadi. Dalam hal ini perlu dibuatlah program yang mengharuskan para profesor untuk melakukan pengabdian di sekolah-sekolah di daerah 3T mulai dari sabang sampai merauke. Program ini mungkin dapat dikaitkan dengan salah satu syarat/kewajiban seseorang yang bergelar guru besar di seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Dengan begitu, perkembangan ilmu pengetahuan tidak hanya terfokus di kota, namun juga menular di daerah 3T melalui peran serta dan pengabdian para profesor yang telah teruji kompetensinya.
 Salah satu bentuk pengabdian yang saya harapkan yaitu para profesor mengajar di sekolah dasar, di mana kita ketahui bersama bahwa sekolah dasar merupakan pondasi pendidikan. Jika pendidikan kita memiliki pondasi yang kuat, maka pendidikan di Indonesia tentunya akan lebih berkembang secara berkelanjutan. Kegiatan pengabdian tersebut mungkin dapat dilaksanakan dengan kegiatan mengajar di SD sekali dalam seminggu atau kegiatan pembinaan terhadap guru-guru di SD sasaran melalui program yang terstruktur dan berkelanjutan. Dengan program ini, tentunya juga dapat menghapus kesenjangan pendidikan antara di daerah 3T dan daerah kota secara perlahan melalui perbaikan tenaga pendidik.
3.      Mengatasi masalah pelaksanaan kurikulum di daerah 3T
Kurikulum pendidikan pada dasarnya berlaku untuk seluruh sekolah di wilayah NKRI, namun kenyataan di lapangan beberapa daerah masih belum bisa melaksanakan kurikulum dengan baik. Hal tersebut bukan karena keengganan dari para tenaga pendidik, namun kenyataan di daerah 3T untuk melaksanakan kurikulum sangat sulit. Kesulitan utamanya yaitu karena sarana dan prasarana pendidikan belum layak, dan tenaga pendidik masih belum mencukupi sehingga sangat kesulitan dalam mengelola pembelajaran dengan baik sesuai dengan instruksi kurikulum.
Oleh sebab itu, sudah selayaknya di daerah 3T harus memiliki kurikulum tersendiri yang berbeda dengan kurikulum secara nasional. Perlakuan khusus ini diperlukan untuk menyesuaikan keadaaan pada masing-masing wilayah 3T. Dalam hal ini, jika kita sulit untuk mengajarkan baca, tulis, dan menghitung pada siswa maka setidaknya kita dapat mengajarkan kepada mereka cara hidup yang layak. Sejatinya pendidikan adalah hidup itu sendiri.
Dalam kasus daerah 3T ini, saya sangat menyarankan untuk diberlakukan kurikulum yang di dalamnya menekankan kepada pembelajaran yang kontekstual. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak untuk menemukan sendiri makna pelajaran, mengaitkan dengan kehidupan nyata dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Pada daerah 3T ini maka potensi utama daerah tersebut dapat digali untuk diajarkan kepada para siswa sehingga kelak mereka dapat mengelola potensi tersebut dengan baik dan memperoleh manfaat dari potensi di daerahnya. Misalnya, di daerah X potensi utamanya adalah pisang. Maka siswa dapat diajarkan beberapa hal penting seperti cara menanam pisang dengan baik, cara mengolah buah pisang agar bernilai jual tinggi, hingga cara memasarkannya di pasar. Dengan demikian akan terciptalah generasi muda yang tangguh dan handal di daerah 3T. Dalam hal ini, esensi pendidikan adalah alat manusia untuk mempertahankan hidup, dan untuk hidup dengan layak.

Posting Komentar untuk "Mengatasi Permasalahan Pendidikan Daerah Maju, Sedang dan 3T (Terpencil, Terluar dan Tertinggal) di Indonesia "