Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Slow Life in Slow City: Harmonis dengan Alam





Meskipun terlambat mendengar isu slow city, namun tidak terlambat kiranya untuk memaknainya di dalam kehidupan. Sejauh ini, kita senantiasa disibukkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menyongsong globalisasi. Pastinya tidak akan ada yang mau ketinggalan di era globalisasi. Siapa pun dituntut serba akselerasi terhadap perkembangan seluruh aspek kehidupan. Namun, seiring dengan kehidupan yang serba cepat dan modern itu ada gagasan sekelompok orang yang mencoba melawan arus. Bagaimana bisa demikian? Yah sekelompok orang tersebut sadar bahwa kehidupan yang serba cepat dan modern ternyata memberikan dampak negatif pada beberapa hal, di antaranya tingkat stres yang tinggi, hilangnya jati diri suatu bangsa hingga rusaknya ekosistem hayati. Lalu bagaimana gagasan ini memberikan pandangannya tentang menjalani kehidupan.
Slow Life in Slow City
Slow life, bukan suatu kondisi di mana kita tidak mampu hidup mengikuti perkembangan zaman, melainkan kita hidup tidak tergantung dan terbawa arus perkembangan zaman. Bisa dikatakan ini adalah gagasan hidup di mana mengajak kita untuk kembali menjadi diri sendiri. Mengapa demikian? Gagasan ini mencoba menghilangkan ketergantungan terhadap teknologi buatan dan mengajak kembali hidup harmonis dengan alam. Contoh paling mudah adalah kita menghilangkan ketergantungan terhadap mesin-mesin yang membantu di dalam pekerjaan rumah, menghilangkan kebiasaan makan makanan cepat saji hingga upaya untuk tidak mencemari lingkungan sekitar. Tentu gagasan ini tidak mudah, namun jika dilaksanakan kembali oleh manusia bukan saja hidup yang positif didapatkan, lebih dari itu kita juga dapat menikmati alam sekitar yang tetap lestari. That’s a big dream.

Beralih dari hubungan manusia dengan alam, manusia juga hidup dalam tatanan sosial dan budaya tertentu yang tentunya membentuk suatu identitas diri yang menjadi ciri khas suatu suku bangsa. Sebagai contoh, kita yang hidup di Jawa membentuk jati diri sebagai suku Jawa. Suku Jawa dikenal ramah tamah, sopan santun dan beberapa kepribadian lain yang menjadi suatu jati diri bagi seseorang suku Jawa. Selain itu, setiap suku bangsa di Indonesia juga memiliki budaya-budaya tertentu yang merupakan warisan dari nenek moyang. Hubungan manusia dalam interaksi sosial yang dipengaruhi oleh arus deras informasi, komunikasi dan teknologi, secara cepat mengubah gaya hidup manusia di mana jati diri suatu bangsa secara perlahan mulai terlupakan oleh generasi muda. Ini menjadi sangat serius karena di zaman digital ini manusia lebih senang terhadap suatu tindak bullying, intimidasi, haters, hoax, kekerasan atau bahkan persekusi. Dan lebih parahnya kegiatan tersebut disebarluaskan melalui media sosial sehingga dapat dikonsumsi oleh masyarakat secara luas.

 Lalu di mana jati diri bangsa kita? Pada tatanan inilah perlu disimak bahwa secara tidak langsung perkembangan informasi, komunikasi dan teknologi telah membawa manusia pada kondisi yang mengkhawatirkan. Boleh dibilang secara psikologis, nampaknya bangsa kita belum siap 100% dalam memanfaatkan teknologi. Sehingga trend yang tercipta di dalam masyarakat kita yaitu sosial media digunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat. Padahal banyak hal bermanfaat yang dapat di share sebagai bagian dari proses pembelajaran dan inspirasi kepada masyarakat luas. Ya, ini menjadi PR besar bagi bangsa kita untuk dapat memanfaatkan segala sesuatu secara bijaksana.

Terlepas dari kelemahan dalam memanfaatkan media, konsep slow life in slow city tentunya menjadi gagasan baru yang dapat menjadi pilihan bagi orang-orang yang kurang mendapatkan dampak positif dari perkembangan zaman yang terlampau cepat. Mereka mencoba membatasi diri pada ketergantungan, dan mulai kembali bersahabat dengan alam. Konsep ini dapat tercermin di beberapa negara yang memiliki wilayah slow city. Masyarakat di kota tersebut tidak bersentuhan dengan hidup digitalisasi modern, juga tidak memanfaatkan teknologi modern dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan berjalan bersinergis dengan alam dan senantiasa menikmati alam. Konsep hidup demikian membawa dampak positif secara psikologis bagi masyarakat sehingga menjadi trend wisata tersendiri bagi beberapa kalangan yang rindu hidup damai. Dampak positif lain dari slow city adalah jati diri dan kebudayaan bangsa senantiasa terjaga.




Posting Komentar untuk "Slow Life in Slow City: Harmonis dengan Alam "