PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA
Menakar
ruh pendidik dalam mendidik anak bukanlah suatu bentuk ketidakpercayaan terhadap
pendidikan di Indonesia. Terlebih kepada guru, dosen atau profesi pendidik lainnya.
Ini hanya sebuah kajian tentang bagaimana refleksi pendidik dalam analisis
pemikiran Ki Hajar Dewantara sebagai bapak Pendidikan Nasional. Bukankah patut
kita teladani pemikiran-pemikiran luhur yang telah beliau tuangkan dalam
buku-bukunya. Ini juga sebagai bahan renungan bersama, Apakah sebagai seorang
pendidik kita telah mampu mendidik yang sesungguhnya? Kita perlu tahu dan kaji
lebih dalam indikator-indikator keberhasilan pendidik sejati sesuai pemikiran
Ki Hajar Dewantara.
Pemahaman
Karakteristik Siswa
Dasar
di dalam mendidik anak tentunya kita harus mengenal terlebih dahulu tentang
karakteristiknya. Setiap anak diciptakan unik berbeda satu dengan yang lainnya.
Dalam konsep pendidikan yang baik, maka setiap pendidik harus mampu memenuhi kebutuhan
setiap anak. Analisis kebutuhan dengan cara memahami perkembangan setiap siswa
menjadi hal yang wajib dilakukan oleh seorang pendidik. Analisis kebutuhan
siswa ini menjadi sebuah acuan bertindak dalam mendidik. Baik itu terkait
dengan pengembangan kurikulum maupun yang lebih spesifik terkait dengan proses pembelajaran
di kelas, keteladanan pendidik, cara berkomunikasi sehari-hari dan sebagainya.
Tentu yang terpenting, semua aspek belajar dan pembelajaran harus memenuhi kebutuhan
setiap siswa.
Pemikiran
yang sama ditulis oleh Ki Hajar Dewantara dalam bukunya Keluarga. Beliau
menegaskan bahwa setiap anak tumbuh sesuai dengan kodratnya yang unik. Dengan
demikian, seorang pendidik tidak mungkin merubahnya menjadi sesuatu yang lain. Pemikiran
Ki hajar Dewantara ini sebagai bentuk keberpihakan pendidikan terhadap kecenderungan
kompetensi, bakat dan minat anak tanpa ada paksaan. Semua proses pendidikan mengalir
sesuai dengan kebutuhan alamiah masing-masing peserta didik. Jika dikaji dalam takaran
pendidikan saat ini, maka pendidikan jauh ingin merubah siswa dalam berbagai
aspek secara sistematis. Begitu pula ruh pendidik, senantiasa mengharapkan
siswanya pandai dalam bidang kognitif yang tertuang dengan nilai ujian yang
baik. Begitukah pendidik yang sejati?
Sejalan
dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pertumbuhan dan perkembangan siswa
harus sesuai kodratinya, maka sudah selayaknya perspektif pendidikan memandang
siswa secara holistik sesuai takaran kemampuan dan keunikannya. Oleh sebab itu,
seorang pendidik yang baik harus memahami karakteristik setiap siswa untuk
kemudian diimplementasikan di dalam proses pembelajaran yang mengakomodasi
setiap kebutuhan siswa. Pendidik harus mampu mendidik dengan memanusiakan
manusia. Di mana keberagaman di kelas tidak dapat diabaikan dan harus
diakomodir. Setiap pendidik tidak boleh
menuntut siswa untuk pandai (kognitif), namun harus membimbingnya menjadi
manusia yang mulia. Bukankah pendidikan tercipta untuk mendidik manusia berakal,
budi pekerti yang luhur serta mampu menjalani hidup dengan baik.
Pemahaman
Diri Pendidik
Pemahaman
diri bagi seorang pendidik adalah sebuah keyakinan diri bahwa profesi tersebut
amatlah luhur. Keluhuran profesi harus sejalan dengan kehidupan pribadi yang
tercermin di dalam konsep, kepercayaan dan penilaian dirinya. Sejalan pula
dengan kehidupan sosial yang tercermin dalam berperilaku dan bersikap pada
masyarakat. Jika ditinjau dari perspektif motif profesi pendidik, maka dapat
digambarkan bahwa: (1) ada seorang yang menjadi pendidik karena keinginan
batiniahnya yang kuat (panggilan jiwa), (2) menjadi pendidik karena sebatas
pekerjaan/pemenuhan kebutuhan ekonomi, (3) menjadi pendidik karena terpaksa
oleh keadaan. Dari berbagai latar belakang motif tersebut dapat dijelaskan
bahwa pendidik sejati dapat terlahir dari berbagai motif. Namun, kedalaman jiwa
tetaplah menjadi dorongan luhur untuk membentuk diri sebagai pendidik mulia. Jika
merujuk kepada semboyan pendidikan maka seorang pendidik selayaknya sesuai
dengan trilogi kepemimpinan.
Pertama,
Ing ngarsa sung tulada, yaitu seorang pendidik harus di depan memberikan
teladan. Maknanya adalah seorang pendidik harus mampu menjadi contoh yang baik
bagi siswanya dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan demikian setiap tutur kata
dan tindakan harus mencerminkan keluhuran hidup yang dapat dirasakan oleh
siswanya. Guru juga harus mampu menjadi contoh yang benar dan adil di dalam
proses pemecahan masalah, sehingga penting bagi guru untuk senantiasa bersikap
arif bijaksana di dalam memutuskan suatu perkara di kelas.
Kedua,
Ing madya mangun karsa, yaitu seorang pendidik di tengah-tengah
kompleksitas kehidupannya harus senantiasa membangkitkan semangat siswa. Dalam
hal ini, seorang pendidik harus mampu memotivasi dan menginspirasi siswa untuk
senantiasa belajar, berkarya, serta berprestasi. Hal tersebut tidak hanya
berlaku di sekolah, namun juga dalam kehidupan sehari-hari siswa. Oleh sebab
itu, guru juga harus hadir untuk memotivasi dan menginspirasi orang tua siswa,
serta masyarakat luas dalam hal kebaikan siswa dan kehidupannya.
Ketiga,
Tut wuri handayani, yaitu seorang pendidik harus memberikan dorongan
moral dan semangat bagi para siswanya untuk senantiasa belajar dan hidup dengan
benar di tengah masyarakat. Guru senantiasa mengamati siswanya dari belakang, namun
memberi kemerdekaan dalam berpikir dan bertindak yang benar. Ada kalanya
seorang guru harus mempengaruhi siswanya supaya berada di jalan yang benar,
serta memberikan dorongan kekuatan bagi siswanya yang rapuh. Ada kalanya seorang
guru juga harus menggunakan ketegasannya jika terjadi sesuatu yang fatal atau
berbahaya pada siswa.
Pemahaman
Pendidikan dan Pembelajaran
Dalam
pandangan Ki Hajar Dewantara, antara pendidikan dan pembelajaran terdapat
konsep masing-masing. Di mana yang dimaksud pembelajaran adalah bagian dari proses
pendidikan di mana anak diberi ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat
bermanfaat bagi kehidupannya. Sementara pendidikan sendiri menurut Ki Hajar
Dewantara sebagai upaya kebudayaan untuk mendorong adab yang menjunjung tinggi
budi pekerti luhur, kesadaran berpikir, dan tumbuh kembang anak yang sesuai
dengan kodrat alamiahnya. Oleh sebab itu, Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa
pendidikan berfungsi sebagai tuntunan semata, bukan sarana untuk mengubah anak
sesuai dengan kehendak pendidik. Seorang pendidik harus menuntun siswanya untuk
tumbuh dan hidup lebih baik budi pekertinya. Tujuan pendidikan itu sendiri
menurut Ki Hajar Dewantara adalah mendorong suatu kemajuan peradaban manusia
yang selaras dengan alam dan masyarakat. Dengan demikian, tugas utama pendidik
adalah membimbing siswanya untuk hidup dengan baik selaras dengan alam dan
masyarakat.
Dalam
rangka mendorong terciptanya pendidikan yang dimaksud, maka setiap mempelajari
sesuatu yang baik hendaknya siswa didorong untuk memiliki prinsip sebagai
berikut. Pertama, tetep-mantep-antep. Senantiasa tetap pada apa yang
dipelajari tanpa menengok kanan kiri (tetep). Memiliki keyakinan tinggi
sehingga tidak ada hal yang dapat menggoyahkan setiap langkah (mantep). Berbobot
dalam bertindak sehingga tidak mudah dihambat atau dilawan (antep).
Kedua,
ngandel-kendel-bandel-kandel. Yakin pada Allah Swt serta percaya diri (ngandel).
Berani dan melawan segala rasa takut serta kebimbangan hati (kendel). Senantiasa
kuat hati didalam menghadapi tantangan dan kesulitan (bandel). Dalam
menghadapi setiap tantangan dan kesulitan senantiasa sehat jasmani (kandel).
Ketiga,
neng-ning-nung-nang. Meneng yaitu tenteram lahir dan batin (neng).
Wening dan Bening yaitu berpikir secara jernih serta dapat
membedakan yang baik dan buruk, serta benar dan salah (ning). Hanung
yaitu kuat lahir dan batin dalam kemauan untuk meraih cita-cita (nung). Pada
akhirnya segala usaha yang keras akan menang (nang).
Posting Komentar untuk "PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA "