Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

LANDASAN SOSIOLOGIS PENDIDIKAN

LANDASAN SOSIOLOGIS PENDIDIKAN 


A. Pengertian Landasan Sosiologi Pendidikan

Landasan sosiologi pendidikan merupakan asumsi-asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Kaidah-kaidah sosiologi tersebut menjelaskan bahwa manusia itu pada dasarnya termasuk makhluk individu, bermasyarakat, serta berbudaya. Dalam hidup bermasyarakat manusia memiliki norma-norma yang mereka bentuk dan mereka anut yang akhirnya menghasilkan suatu kebudayaan yang mencirikan kekhasan suatu masyarakat tertentu. 

Landasan sosiologis pendidikan juga merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Kegiatan pendidikan itu merupakan suatu proses interaksi antar pendidik dengan peserta didik, antara generasi satu dengan generasi yang lainnya. Kajian sosiologi pendidikan sangat esensial, karena merupakan sarana untuk memahami sistem pendidikan dengan keseluruhan hidup masyarakat.

Kesatuan wilayah, adat istiadat, rasa identitas, loyalitas pada kelompok merupakan awal dan rasa bangga dalam masyarakat tertentu, yang semuanya ini merupakan landasan bagi pendidikan. Masyarakat atau bangsa Indonesia berbeda dengan masyarakat atau bangsa lain. Hal-hal yang berkaitan dengan perwujudan tata tertib sosial, perubahan sosial, interaksi sosial, komunikasi, dan sosialisasi, merupakan indikator bahwa pendidikan menggunakan landasan sosiologis.

B. Ruang Lingkup Landasan Sosiologi Pendidikan

1. Manusia Sebagai Individu, Bermasyarakat, dan Berbudaya

Pada dasarnya manusia termasuk makhluk individu. Setiap orang pasti memiliki ciri khas yang membedakan dirinya dengan orang lain. Ciri khas tersebut terlihat dari pola pikir, sifat serta sikap dalam hidupnya yang mendominasi dirinya. Seperti yang diungkapkan oleh Syaripudin (2012:155) bahwa individu merupakan manusia perseorangan yang memiliki karakteristik sebagai kesatuan yang tak dapat dibagi, memiliki perbedaan dengan yang lainnya sehingga bersifat unik, serta bebas mengambil keputusan atau tindakan atas pilihan dan tanggung jawabnya sendiri. 

Selain ciri khas yang telah dimiliki manusia sejak lahir, manusia juga dipengaruhi oleh lingkungan. Setelah manusia mendapat pengaruh dan mempengaruhi lingkungan inilah kedudukan manusia sudah tidak hanya sebagai makhluk individu, tetapi juga sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia membutuhkan orang lain dan lingkungan sosialnya sebagai sarana untuk bersosialisasi. Hal ini sesuai dengan ungkapan Aristoteles bahwa makhluk sosial merupakan zoon politicon, yang berarti manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain (Syahbani, 2012).

Manusia selalu berinteraksi dengan orang lain di lingkungan tempat tinggalnya dalam waktu yang terus-menerus dan cukup lama yang akhirnya terjadi hubungan erat suatu kelompok manusia atau sering dikenal dengan istilah masyarakat. Menurut Linton, masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerjasama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas (Syaripudin, 2012:155). Sedangkan menurut Sumardjan dijelaskan bahwa masyarakat merupakan orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan (Soekanto, 1986).


Masyarakat memiliki nilai-nilai tertentu yang meraka anut, sehingga terbentuk suatu norma yang menjadi ciri khas masyarakat yang bersangkutan. Ciri khas dari suatu masyarakat ini yang akhirnya disebut dengan kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Syaripudin, 2012:156). Wujud kebudayaan tersebut dapat berupa kompoleks ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan , aktivitas kelakuan berpola dari suatu mayarakat serta benda-benda hasil karya manusia dalam suatu masyarakat.

2. Proses Sosial

Proses sosial yaitu suatu cara berhubungan antara individu atau antarkelompok atau individu dengan kelompok yang menimbulkan bentuk hubungan tertentu. Proses sosial atau sosialisasi ini menjadikan seseorang atau kelompok yang belum tersosialisasi atau masih rendah tingkat sosialnya menjadi tersosialisasi atau sosialisasinya semakin meningkat. Dia atau mereka semakin kenal, semakin akrab, lebih mudah bergaul, lebiih percaya pada pihak lain, dan sebagainya.


Proses sosial dimulai dari interaksi sosial dan dalam proses sosial itu selalu terjadi interaksi sosial. Interaksi dan proses sosial didasari oleh faktor-faktor berikut, yaitu imitasi, sugesti, identifikasi, simpati. Imitasi atau peniruan bisa bersifat positif maupun negatif. Kalau siswa meniru gurunya berpakaian rapi, maka siswa tersebut sudah mensosialisasikan diri secara positif. Tetapi kalau siswa meniru orang lain minum-minuman keras, maka ia melakukan sosialisasi negatif. Sugesti akan terjadi kalau seorang siswa menerima atau tertarik pada pandangan atau sikap orang lain yang berwibawa atau berwenang atau mayoritas. Di sekolah contohnya yang beribawa guru. Sugesti ini memberi jalan bagi siswa untuk mensosialisasikan dirinya. Seorang anak dapat juga mensosialisasikan diri lewat identifikasi. Ia berusaha atau mencoba menyamakan dirinya dengan orang lain, baik secara sadar maupun di bawah sadar. Simpati adalah faktor terakhir yang membuat anak mengadakan proses sosial. Simpati akan terjadi manakala seseorang merasa tertarik kepada orang lain. Faktor perasaan memegang peranan penting dalam simpati. Sebab itu hubungan yang akrab perlu dikembangkan antara guru dengan peserta didik agar simpati ini mudah muncul, sosialisasi mudah terjadi, dan siswa akan tertib mematuhi peraturan-peraturan kelas dalam belajar.

Untuk memudahkan terjadi sosialisasi dalam pendidikan, maka guru perlu menciptakan situasi, terutama pada dirinya sendiri. Agar faktor-faktor yang mendasari sosialisasi itu muncul pada diri siswa. Misalnya guru bisa menjadi contoh dalam berperilku agar ditiru, diidentifikasi, dan siswa merasa simpati kepadanya. 

Dalam proses sosial terdapat interaksi sosial, yaitu suatu hubungan sosial yang dinamis. Interaksi sosial akan terjadi apabila memnuhi dua syarat, sebagai berikut yaitu kontak sosial dan komunikasi.

Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu kontak antara individu, misalnya siswa dan guru atau siswa dengan siswa di sekolah. Yang kedua yaitu kontak antara individu dengan kelompok atau sebaliknya. Contohnya seorang guru mengajar di kelas. Yang ketiga yaitu kontak antar kelompok, misalnya rapat orangtua siswa dengan guru-guru. 

3. Pendidikan Merupakan Proses Sosialisasi dan Enkulturasi

Pendidikan ditujukan agar peserta didik mampu hidup bermasyarakat dan berbudaya. Oleh sebab itu, apabila ditinjau dari sudut pandang sosiologi, pendidikan identik dengan sosialisasi dan enkulturasi. Karena di dalam proses sosialisasi hakikatnya terjadi juga proses enkulturasi dan sebaliknya. Menurut Peter, sosialisasi adalah suatu proses dimana anak belajar menjadi anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat (Kamanto, 1993). Dalam proses sosialisasi individu belajar untuk mengetahui peranan yang harus dilakukannya serta peranan-peranan yang harus dilakukan orang lain. Sedangkan enkulturasi adalah suatu proses dimana individu belajar cara berpikir, cara bertindak, dan merasa yang mencerminkan kebudayaan masyarakatnya. 


Sekolah memegang peranan penting dalam proses sosialisasi anak, walaupun sekolah hanya salah satu lembaga yang bertanggung jawab atas pendidikan anak disamping pendidikan informal yang didapat dari keluarga dan masyarakat. Sekolah dalam hal ini suatu lembaga formal pendidikan bertugas membangun karakter positif terhadap anak.


Anak mengalami perubahan dalam kelakuan sosial setelah ia masuk ke sekolah. Di rumah ia hanya bergaul dengan orang yang terbatas jumlahnya, terutama dengan anggota keluarga dan tetangga dekat. Suasana di ruah bercorak informal dan banyak kelakuan yang diizinkan menurut suasana di rumah. Ada beberapa anak dimanjakan oleh orang tuanya, terutama anak tunggal, anak laki-laki satu-satunya, anak perempuan satu-satunya dan lain sebgainya. Anak-anak di rumah biasanya mendapat perhatian yang cukup dari anggota keluarganya.

Di sekolah anak itu mengalami suasana yang berlainan. Ia bukan lagi anak istimewa yang diberi perhatian khusus oleh guru, melainkan hanya salah seorang di antara puluhan murid lainnya di dalam kelas. Guru tidak mungkin memberikan perhatian banyak kepadanya karena harus membagi perhatian secara adil terhadap banyak anak. Untuk itu anak-anak harus mengikuti peraturan yang bersifat formal yang tidak dialami anak di rumah, yang dengan sendirinya membatasi kebebasannya. Ia harus duduk di bangku tertentu dalam waktu tertentu. ia tidak boleh keluar-masuk, berjalan-jalan, melakukan atau mengatakan sesuatu sesuka hatinya. Dalam kelas ia harus menaati peraturan dan menghormati kepentingan teman-temannya.

Dengan demikian, anak itu melihat dirinya sebagai salah seorang di antara teman-temannya. Demikian rasa egosentrisme berkurang dan digantikan oleh kelakuan yang bercorak sosial. Saat istirahat, anak juga tidak dapat melakukan kemauannya seperti di rumah akan tetapi harus memperhitungkan kedudukannya dalam hubungannya dengan kedudukan teman-temannya. Jadi, di sekolah anak itu belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang baru yang memperluas ketrampilan sosialnya. Ia juga berkenalan dengan teman dari berbagai latar belakang dan belajar untuk melakukan perannya dalam struktur sosial yang dihadapi di sekolah.


4. Pendidikan Merupakan Suatu Pranata Sosial


Pranata sosial adalah suatu sistem peran dan norma sosial yang saling berhubungan dan terorganisasi di sekitar pemenuhan kebutuhan atau fungsi sosial yang penting (Adiwikarta, 1988). Sedangkan menurut Komblum pranata sosial adalah suatu struktur status dan peranan yang diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar anggota masyarakat (Sunarto, 1993). Sedangkan menurut (Koentjaraningrat, 1984) dalam definisinya tentang pranata sosial secara tertulis menyebutkan juga peralatan-peralatan dan manusia-manusia yang melaksanakan peranan-peranan. Dari ketiga definisi tersebut dapat diartikan bahwa pranata sosial merupakan suatu sistem aktivitas yang khas dari suatu kelakuan berpola aktivitas yang dilakukkan oleh berbagai individu yang mempunyai struktur, mengacu pada sistem ide, nilai dan norma atau tata kelakuan tertentu, dilakukan dengan menggunakan berbagai peralatan dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan dasar anggota masyarakat. 

Dalam pendidikan, juga terdapat pranata pendidikan, yaitu suatau pranata sosial dalam rangka proses sosialisasi dan enkulturasi untuk menghantarkan individu ke dalam kehidupan bermasyarakat dan berbudaya, serta untuk menjaga kelangsungan eksistensi masyarakat dan kebudayaannya. Melalui pranata pendidikan, sosialisasi dan enkulturasi diselenggarakan, sehingga dengan demikian eksistensi masyarakat dan kebudayaannya dapat bertahan sekalipun individu-individu anggota masyarakatnya berganti karena terjadinya kelahiran, kematian, dan perpindahan.

Sebagai pranata sosial, pranata pendidikan berada di dalam masyarakat dan bersifat terbuka. Pranata pendidikan mengambil masukan (input) dari masyarakat dan memberikan keluarannya (output) kepada masyarakat. Contoh, di dalam masyarakat terdapat penduduk, sistem nilai, sistem pengetahuan dsb. Hal ini merupakan sumber input yang disediakan masyarakat bagi pranata pendidikan. Tetapi masyarakat pun (misalnya suatu perusahaan) menerima lulusan dari pranata pendidikan (sekolah atau perguruan tinggi) untuk diangkat sebagai pegawai atau karyawan.

C. Implikasi Landasan Sosiologi Pendidikan dalam pelaksanaan Pembelajaran di Sekolah Dasar

Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.

BACA JUGA: MENDIDIKAN NILAI-NILAI MORAL MELALUI PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan, dan perkembangan yang ada di masyakarakat. 

Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya. Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam menetapkan tujuan pembelajaran di sekolah dasar maka penting untuk dilihat dari sudut pandang sosiologi. Tujuan pembelajaran di sekolah dasar hendaknya seimbang dalam pencapaian kompetensi kognitif, psikomotorik, dan afektif. Kompetensi-kompetensi tersebut harapannya nanti dapat menjadi bekal peserta didik saat mereka terjun ke masyarakat. 

Pendidik merupakan subjek yang mendidik para peserta didik. Pendidik hendaknya mengenali latar belakang sosial peserta didik agar dalam melakukan pembelajaran sesuai dengan lingkungan peserta didik dan harapan masyarakat.

Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.

2 komentar untuk "LANDASAN SOSIOLOGIS PENDIDIKAN "

  1. artikel yang sangat bagus dan mendidik, di tunggu artikel2 yang menarik berikutnya, makasih

    BalasHapus
  2. Seriusan nama aku sama dengan nama penulissss

    BalasHapus