Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengembangkan Instrumen Penilaian Membaca Permulaan untuk Pembelajaran Tematik di Kelas 1 SD

Mengembangkan Instrumen Penilaian Membaca Permulaan untuk Pembelajaran Tematik di Kelas 1 SD



A. Instrumen Penilaian


Instrumen adalah sesuatu yang dapat digunakan seseorang untuk mempermudah pekerjaan. Oleh karena itu, sering pula disebut alat. Dalam melaksanakan penilaian berarti instrumen adalah alat penilaian. Instrumen penilaian adalah alat yang memenuhi syarat akademis untuk dipergunakan sebagai pengukuran dan pengumpulan datan tentang siswa (Hikmah, 2012: http://immaniez2.blogspot.com). Instrumen penilaian adalah alat untuk mencapai suatu tujuan yaitu tujuan untuk memperoleh (menilai atau mengukur) seberapa jauh kemampuan siswa (Putra, 2013). Suatu instrumen penilaian dikatakan baik jika instrumen tersebut mampu menunjukkan keadaan sebenarnya dari keadaan siswa.

Instrumen penilaian dibedakan menjadi dua yaitu instrumen tes dan instrumen non tes. Instrumen tes adalah alat penilaian yang menggunakan butir-butir soal/tes. Instrumen non tes adalah alat penilaian tanpa menggunakan tes, melainkan menilai anak secara menyeluruh meliputi aspek afektif, kognitif dan psikomotor melalui kegiatan pengamatan (observasi), wawancara, angket, dan sebagainya (Putra, 2013). Pada perkembangan dunia pendidikan saat ini, instrumen tes masih menjadi andalan untuk menilai siswa, namun ke depannya dengan adanya tuntutan penilaian yang autentik dalam kurikulum 2013 maka diaharapkan bentuk-bentuk isntrumen non tes yang dominan. Instrumen non tes dapat menjadi acuan guru dalam mengungkapkan kemampuan anak secara menyeluruh. Hal tersebut dikarenakan anak bukan saja produk kognitif, melainkan banyak aspek lain yang penting untuk diungkapkan dari diri anak. 


B. Penilaian Autentik

Penilaian autentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan siswa melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran dan kompetensi telah benar-benar dikuasai dan dicapai oleh siswa (Hendarni dan Poerwono, 2006). Nurhadi, dkk (dalam Hendarni dan Poerwono, 2006) menyatakan bahwa penilaian autentik adalah kegiatan menilai apa yang seharusnya dinilai. Prosedur penilaian dalam penilaian autentik berbasis kontekstual. Dalam rangka implementasi penilaian autentik terlebih dahulu seorang guru harus menentukan tiga hal penting yaitu: 

1) sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang akan dinilai; 
2) fokus penilaian yang akan dilakukan;
3) tingkat pengetahuan apa yang akan dinilai, misalnya penalaran, memori, atau proses (Majid, 2014). 

Secara umum, implementasi penilaian autentik di lapangan dapat menggunakan berbagai bentuk penilaian autentik tersebut, diantaranya. 




1. Penilaian proyek.

Penilain proyek merupakan bentuk penilaian dengan memberikan tugas kepada siswa secara berkelompok. Tugas dapat diselesaikan oleh siswa dalam waktu tertentu. Tugas siswa berupa tugas investigasi sehingga penilaian proyek sangat berhubungan dengan aspek pemahaman, mengaplikasikan,penyelidikan, dan sebagainya. Selama mengerjakan tugasnya tersebut diharapkan siswa juga dapat mengaplikasikan sikap, keterampilan , bukan saja pengetahuan. Oleh karena itu, dalam setiap penilaian proyek, seorang guru harus memperhatikan hal-hal berikut. 

a. Keterampilan siswa dalam memilih topik, mencari dan mengumpulkan data, hingga penulisan laporan. 
b. Relevansi materi pembelajaran dengan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan siswa.
c. Orisinalitas atau keaslian proyek yang dikerjakan atau dihasilkan oleh siswa. 
Penilaian proyek dapat menggunakan instrumen berupa daftar cek, skala penilaian, atau berupa narasi (Majid,2014). 


2. Penilaian kinerja

Ada beberapa cara yang berbeda untuk merekam hasil penilaian berbasis kinerja, yaitu. 
a. Daftar cek (checklist)
b. Catatan anekdot/narasi (anecdotal/narrative records)
c. Skala penilain (rating scale)
d. Memori atau ingatan (memory approach)
e. Penilaian diri (self assessment)

Dalam melaksanakan penilaian kinerja, guru harus memperhatikan hal-hal berikut ini yaitu: 


1) langkah-langkah kerja yang harus dilakukan oleh siswa yang nyata;

2) ketepatan dan kelengkapan aspek kinerja yang dinilai; 
3) kemampuan-kemampuan khusus siswa dalam menyelesaikan tugas; 
4) fokus utama dari kinerja yang akan dinilai, khususnya indikator yang utama yang akan diamati; 
5) urutan kemampuan atau keterampilan siswa yang akan diamati (Majid, 2014). 


3. Penilaian portofolio

Penilaian portofolio merupakan bentuk penilaian berupa sekumpulan tugas siswa dalam periode waktu tertentu yang dapat memberikan informasi penilaian. Penilaian portofolio dilakukan secara berkelanjutan. Adapun langkah-langkah pelaksanaannya yaitu: 
a. guru menjelaskan pentingnya potofolio; 
b. guru bersama siswa menentukan jenis portofolio yang akan dibuat; 
c. siswa secara mandiri atau kelompok menyusun portofolio; 
d. guru mengumpulkan dan menyimpan portofolio siswa; 
e. guru melakukan penilaian dengan kriteria tertentu; 
f. guru dan siswa membahas dokumen portofolio yang dihasilkan; 
g. guru memberi umpan balik atas hasil penilaian portofolio (Majid, 2014). 


4. Jurnal

Jurnal merupakan bentuk tulisan yang dibuat siswa untuk menunjukkan segala sesuatu yang telah dipelajari atau diperoleh siswa selama pembelajaran. Dalam jurnal siswa juga dapat merangkum topik-topik yang telah dipelajari, perasaan siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan, suasana kelas, kesulitan maupun keberhasilannya dalam menyelesaikan tugas, serta harapan-harapan siswa terhadap aturan-aturan yang digunakan untuk menilai dirinya (Majid, 2014). 

5. Penilain tertulis.

Meskipun penilaian autentik muncul karena adanya ketidakpuasan terhadap jenis penilaian tertulis, namun penilaian autentik juga tidak mengelakan penilaian tertulis terutama dalam bentuk uraian. Tes tertulis bentuk uraian menuntut siswa mampu mengingat, memahami, mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, menyintesis, mengevaluasi, dan sebagainya atas materi yang telah dipelajarai (Majid, 2014). 

C. Membaca Permulaan di Sekolah Dasar

Tarigan (dalam Ratno, 2012) mendefinisikan membaca sebagai suatu proses yang dilaksanakan dan dimanfaatkan oleh pembaca untuk menangkap pesan yang hendak disampaikan penulis melalui tulisannya. Soedarso (dalam Ratno, 2012) menyatakan bahwa membaca adalah suatu proses interaksi antara pembaca dengan pesan tertulis (tulisan). Sunendar (dalam Ratno, 2012) memperjelas bahwa membaca merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui makna dari suatu teks tulisan. Jadi, membaca merupakan proses untuk memperoleh informasi/pesan yang disampaikan seorang penulis melalui tulisannya. 

Anderson (dalam Harsiati, 2013) menyatakan bahwa kemampuan membaca terdiri dari 2 komponen penting yaitu produk dan proses . Membaca sebagai produk adalah membaca tingkat tinggi, yaitu kemampuan pemahaman kata, kalimat maupun paragraf. Membaca sebagai proses mekanis tergolong sebagai membaca tingkat rendah. Menurut Hairuddin, dkk (2007:3.23), “membaca sebagai produk mengacu pada konsekuensi dari aktivitas yang dilakukan pada saat membaca”, sedangkan “membaca sebagai proses mengacu pada aktivitas mental maupun fisik. 

Gani (dalam Holic, 2011: http://monic-holic.blogspot.com) menyatakan bahwa berdasarkan tingkatnya, membaca dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu membaca permulaan, membaca lanjut, dan membaca untuk orang dewasa. Supriyadi, dkk (dalam Ratno, 2012) menyatakan bahwa dalam pengajaran membaca di Sekolah Dasar, membaca dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu membaca permulaan dan membaca lanjut. Membaca permulaan diberikan di kelas I dan kelas II dengan menekankan pada keterampilan atau proses mekanis. Mulyati (Tanpa Tahun: http://file.upi.edu) menyatakan bahwa membaca permulaan lebih berorientasi pada kemampuan membaca tingkat rendah yaitu kemampuan literasi (melek huruf). 

Proses belajar membaca permulaan di kelas I dan II merupakan bagian dari masa peralihan anak dari dunia bermain di TK atau di rumah ke dunia sekolah. Oleh karena itu, pengajaran hanya sebatas anak-anak dapat mengubah dan melafalkan lambang-lambang tertulis menjadi bunyi-bunyi bermakna. Pada tingkat membaca permulaan ini terdapat suatu kemungkinan seorang anak dapat melafalkan huruf yang dibacanya tanpa memahaminya. Jadi dapat disimpulkan bahwa membaca permulaan diajarkan pada kelas I dan II Sekolah Dasar dengan mengutamakan kemampuan anak untuk mengenal rangkaian huruf dan kata melalui bunyi-bunyi bahasa (menyuarakan secara lisan). 

Kennedy, et.al (2012) menjelaskan bahwa strategi terbaik untuk mengajarkan literasi (melek huruf) adalah dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan keterampilan penting dalam konteks yang bermakna. Dalam keterampilan membaca permulaan, guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca nyaring berbagai jenis teks, bermain khayalan, membaca teks bersama-sama, membaca teks dengan dibimbing guru, membaca teks yang dipilih sendiri secara mandiri. 

Supriyadi, dkk (dalam Ratno, 2012) menjelaskan bahwa membaca permulaan di Sekolah Dasar merupakan proses melatih siswa terhadap beberapa keterampilan bahasa, diantaranya: latihan lafal (baik vokal maupun konsonan), latihan nada, latihan penguasaan tanda-tanda baca, latihan pengelompokkan kata/frasa ke dalam satuan-satuan ide, latihan kecepatan mata, latihan ekspresi (membaca dengan perasaan). Melalui membaca pemahaman ini diharapkan siswa mampu mengenali huruf, suku kata, kalimat, dan mampu membaca dalam berbagai konteks. 

Darmiyati dan Budiasih (dalam Ratno, 2012) menyatakan bahwa pembelajaran membaca permulaan di Sekolah Dasar diberikan secara bertahap yaitu. 


1. Pramembaca

Pada tahap pramembaca, siswa belajar tentang bagaimana sikap duduk yang baik, cara menempatkan buku di meja, cara memegang buku, cara membalik halaman buku yang tepat, serta cara memperhatikan gambar dan tulisan. 


2. Membaca

Pada tahap membaca, siswa belajar tentang lafal dan intonasi kata/kalimat sederhana dengan menirukan guru, belajar tentang huruf-huruf yang banyak digunakan dalam kata atau kalimat sederhana yang dikenal siswa. Pada tahap ini, huruf-huruf diperkenalkan secara bertahap sampai 26 huruf. 

D. Pembelajaran Tematik 

Pembelajaran tematik merupakan salah satu model dari pembelajaran terpadu di mana pembelajaran dilaksanakan dengan melibatkan beberapa mata pelajaran yang terkait dalam satu tema untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa (Rusman, 2012). Kata kunci pada pembelajaran ini adalah adanya suatu tema. Tema merupakan alat atau wadah untuk menyampaikan berbagai konsep kepada siswa secara utuh (Majid, 2014). Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang akan menjadi bahan pembicaraan dalam suatu pembelajaran tematik (Sunaryo, Tanpa Tahun: http://staff.uny.ac.id). 

Menurut Majid (2014), pembelajaran tematik dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang menghubungkan berbagai bidang studi dengan mengaitkannya pada tema-tema yang mencerminkan keadaan nyata di sekitar siswa dalam rentang kemampuan berpikir dan perkembangannya. Melalui pembelajaran tematik, diaharapkan siswa mampu megembangkan pengetahuan dan keterampilannya secara simultan. Berdasarkan berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik adalah suatu pembelajaran yang berlandaskan pada tema sebagai pengait antar mata pelajaran sehingga siswa dapat belajar secara menyeluruh, bermakna, dan juga tema dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa (kontekstual). 

Menurut Rusman (2012: 258), pembelajaran tematik memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) berpusat pada siswa (student centered), 
2) memberikan pengalaman langsung, 
3) pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas, 
4) menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran, 
5) bersifat fleksibel, 
6) menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan. 

Adapun karakteristik pembelajaran tematik menurut Tim Pengembang PGSD (dalam Majid, 2014: 90) adalah: 
1) holistik, yaitu dikaji dari beberapa bidang studi sekaligus, 
2) bermakna, yaitu jalinan schemata yang dibentuk siswa akan memberikan dampak kebermaknaan pada materi, 
3) autentik, yaitu siswa dapat memahami secara langsung konsep dan prinsip yang ingin dipelajari, aktif, yaitu pembelajaran tematik melibatkan siswa secara aktif dan proses pembelajaran, mulai dari proses sampai evaluasi. 


E. Relevansi Instrumen Penilaian Autentik Membaca Permulaan pada Pembelajaran Tematik 

Pengembangan instrumen penilaian autentik membaca permulaan yang dikembangkan memiliki nilai kesesuaian untuk seluruh tema pada pembelajaran tematik terpadu kurikulum 2013. Dalam penerapannya di lapangan diharapkan guru melakukan penilaian menggunakan instrumen penilaian autentik membaca permulaan dengan menyesuaikan tema yang dibahas pada hari itu. 

Misalkan pada lembar penilaian autentik membaca permulaan anak diminta untuk mengeja kata, kemudian tema yang dibahas pada hari ini adalah keluargaku maka anak dapat diminta untuk mengeja kata: ayah, ibu, kakak, adik, dan kata-kata lain yang berhubungan dengan kelurga dan kegiatannya. Pada tema diriku maka anak dapat diminta untuk mengeja kata: mata, hidung, alis, tangan, dagu, dan kata-kata lain yang berhubungan dengan dirinya baik fisik maupun non fisik sesuai dengan kompetensi dasar, tujuan dan indikator mata pelajaran pada tema-tema tersebut. 
BACA JUGA PENGEMBANGAN ASESMENT RANAH KETERAMPILAN
Pada dasarnya membaca permulaan adalah suatu keterampilan dasar yang harus dikuasai siswa untuk mempelajari mata pelajaran-mata pelajaran yang ada di sekolah. Oleh karena itu, pada pembelajaran tematik terpadu kurikulum 2013 ini bahasa Indonesia berfungsi sebagai penghela mata pelajaran yang lain. Mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas 1 di dalamnya dapat terkandung konten mata pelajaran lain seperti IPA dan IPS karena di kelas rendah kedua mata pelajaran ini tidak dirumuskan kompetensi dasarnya. 

Hal tersebut sesuai dengan isi salinan Permen No. 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Kenyataan inilah yang harus ditanggapi dengan mengembangkan suatu instrumen penilaian autentik membaca permulaan yang kondisional atau dapat menyesuaikan diri dengan tema yang hendak diajarkan. 

Dalam pengembangan yang akan dilaksanakan ini diharapkan instrumen penilaian autentik membaca permulaan yang dihasilkan bersifat kondisional atau memiliki daya terap untuk semua tema di kelas 1 SD. Hal tersebut dilakukan karena membaca permulaan di kelas 1 harus dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutan, tidak hanya pada waktu yang singkat pada 1 tema saja. Tujuannya adalah agar anak siap untuk menerima stimulus yang diberikan baik berupa simbol huruf, kata, kalimat maupun teks tentang berbagai konten mata pelajaran yang disajikan dalam tema. Tujuan yang lain yaitu untuk mempersiapkan anak agar dapat mencapai kemampuan membaca lanjutan. 

Posting Komentar untuk "Mengembangkan Instrumen Penilaian Membaca Permulaan untuk Pembelajaran Tematik di Kelas 1 SD"