Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pendekatan Pembelajaran dalam Mengajarkan Ranah Afektif pada Siswa

Pendekatan Pembelajaran dalam Mengajarkan Ranah Afektif pada Siswa


Ranah afektif memiliki cakupan karakteristik seperti nilai, sikap, minat dan perilaku. Tujuan dari pembelajaran dan pengukuran afektif adalah mencakup sikap dan perilaku siswa dalam kegiatan pembelajaran (Kusaeri & Suprananto, 2012). Dari pengertian tersebut, dapat kita ketahui bahwa yang perlu diajarkan di dalam ranah afektif adalah kebiasaan baik terkait perilaku dan sikap siswa. Bagaimana guru mengajarkan sikap dan perilaku yang baik? Ada beberapa konsep atau pendekatan yang bisa kita terapkan di dalam mengajarkan sikap dan perilaku yang baik. Menurut saya, ranah afektif adalah area abstrak yang dapat diajarkan melalui tiga pendekatan yaitu: (1) pendekatan guru dengan mengajarkan filsafat dan berkomunikasi baik dengan siswa, (2) pendekatan guru dengan menarik perhatian afektif siswa terhadap masalah yang sengaja dihadirkan di dalam kelas, (3) pendekatan dengan prinsip menjadi contoh/panutan (keteladanan). 


Pendekatan yang pertama yaitu pendekatan di mana guru mengajarkan filsafat dan berkomunikasi baik dengan siswa. Guru mengajarkan filsafat yang dimaksud di dalam pendekatan ini adalah seorang guru harus membiasakan siswanya untuk berpikir secara mendalam tentang hakikat hidup dan kehidupan. Filsafat di dalam hal ini tentunya dikaitkan dengan makna-makna kehidupan yang mampu menyentuh perhatian atribut afektif siswa. Dalam kegiatan pembelajaran ini, seorang guru dapat mengawalinya dengan cerita atau memperlihatkan suatu tayangan video yang relevan, lalu di akhir sesi tersebut guru mengajak siswa memikirkan tentang pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan perenungan, misalnya: untuk apa mereka hidup di dunia ini? mengapa mereka harus menghormati orang tua? dan sebagainya. 

Kesesuaian cerita/video dibutuhkan agar siswa di dorong untuk tersentuh perhatian afektifnya sehingga dapat memunculkan respon positif terhadap hasil perenungan di dalam dirinya terkait pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru. Di dalam proses berlangsungnya pembelajaran afektif pada pendekatan ini, guru dituntut untuk mampu berkomunikasi dengan baik dan mampu menjangkau seluruh atribut afektif siswa baik itu sikap, nilai diri, maupun perilaku yang hendak diajarkan. Komunikasi yang baik antara guru dan siswa akan memberikan dampak perhatian yang besar siswa terhadap apa yang disampaikan guru. Gambaran nyata bagaimana seorang guru bertindak di dalam pendekatan ini bisa dilakukan seperti motivasi ESQ. Pada akhir pembelajaran ini, tentunya semua siswa harus mampu menyimpulkan hikmah dari apa yang didiskusikan tersebut. 


Pendekatan yang kedua yaitu pendekatan di mana guru dengan sengaja memunculkan konflik atau masalah di tengah-tengah siswa, membuat siswa jengkel, menciptakan ketidakadilan, atau mempertentangkan (adu domba) antar siswa. Di dalam pendekatan ini diharapkan akan ada beberapa siswa yang memberikan respon afektifnya dengan terlibat lebih dalam terhadap apa yang terjadi di kelas, misalnya berusaha melawan guru yang tidak adil dan membuat jengkel, memberi respon terhadap masalah, atau bersikap terhadap teman yang saling bertentangan. 

Di dalam pendekatan ini yang terpenting adalah bagaimana seorang guru mampu membuat situasi belajar yang diharapkan dengan alami atau tidak terlihat rekayasa. Seorang guru juga harus teliti di dalam melakukan asesmen terhadap sikap dan perilaku siswa di dalam situasi belajar yang alami seperti di dalam kehidupan nyata. Selain itu guru juga harus memiliki data yang cukup tentang karakteristik masing-masing siswa sehingga dia dapat menghadapkan siswanya di dalam permasalahan yang cocok untuk menyentuh atribusi afektif di dalam diri masing-masing siswa. Gambaran pendekatan pembelajaran ini dapat dilihat di dalam drama korea Queen Classroom. Di dalam pendekatan ini tentunya harus dilakukan oleh guru yang berkarakter kuat dan cukup waktu untuk selalu memperbarui data asesmen perkembangan diri siswa secara holistik. 


Pendekatan yang ketiga adalah pendekatan guru melalui sebuah keteladanan. Perlu digaris bawah ini bahwa ranah afektif baik sikap maupun perilaku tidak dapat diajarkan secara langsung maupun konsep kepada siswa. Mengapa demikian? dalam perkembangannya siswa bukanlah robot yang selalu patuh dan jujur terhadap apa yang dia kerjakan. Ketika kita berikan contoh sikap yang baik, perilaku yang baik terhadap suatu peristiwa siswa otomatis akan menunjukkan respon yang positif. Namun, di dalam kehidupan nyata belum tentu akan menghadirkan respon yang sama terhadap kejadian yang sama. Ketika kita menjelaskan kepada siswa untuk bersikap atau berperilaku baik di dalam kelas, mungkin ketika ada guru dia akan baik namun ketika tidak ada guru maka responnya juga bisa berbeda. 

Di sini sangat rawan terhadap ketidakjujuran siswa di dalam memberikan respon afektifnya. Oleh sebab itu, tugas guru bukanlah memberi contoh sikap dan perilaku yang baik bagi siswanya! Yang benar adalah guru harus mampu menjadi contoh atau teladan bagi siswanya. Guru harus bersikap dan berperilaku baik di dalam kehidupan di sekolah, keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara. Melalui keteladan yang arif dan bijaksana ini maka guru akan memberikan dampak positif terhadap beberapa siswa yang mungkin akan kagum akan sosok gurunya, lalu dia akan merekam dan mengikuti bagaimana sang guru bersikap dan berperilaku di dalam kehidupan sehari-hari. Inilah sejatinya guru yaitu digugu dan ditiru yang sosoknya memotivasi siswa untuk meneladani sikap dan perilakunya. 


Daftar Rujukan 

Kusaeri & Suprananto. 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Posting Komentar untuk "Pendekatan Pembelajaran dalam Mengajarkan Ranah Afektif pada Siswa"