BUKAN KARTINI MODERN: ASA PERJUANGAN KARTINI
Sayup-sayup terdengar beberapa wanita
yang berteriak di dalam status media sosialnya bahwa mereka adalah kartini
modern. Kartini modern adalah sebuah pemikiran kaum hawa yang menganggap
dirinya telah mampu menjadi titisan kartini di abad 21 ini. Bukan perkara
gampang, mereka membuktikannya dengan segala yang dimiliki dan menyebutnya
sebagai kesetaraan gender. Yah, pekerjaan jadi modal utama mereka yang
menunjukkan bahwa mereka juga bisa menduduki kasta tertinggi di dalam dunia
kerja. Di sisi lain, tentu saja kekayaan yang berlimpah mengiringi. Bukan
perkara gampang! Mereka bilang kita sudah sederajat dengan kaum laki-laki. Kita
tidak bisa menerima adat-istiadat nenek moyang yang kolot. Bukan perkara
gampang bagi mereka! Namun, apakah itu sebuah kebenaran dalam pemikiran Kartini?
Bagaimana mungkin seorang Kartini yang penuh keanggunan begitu arogan dan egois
dengan pemahaman tentang kesetaraan gender. Bukankah kita tahu bahwa Tuhan pun
telah menciptakan kita sederajat, namun hanya berbeda antara adam dan hawa.
Kontemplasi Kartini tentang hakikat wanita
bukanlah perkara yang gampang untuk diejawantahkan begitu saja sesuai nafsu
dunia. Dia memiliki pemikiran yang luhur yang mendorong dirinya untuk
memperjuangkan pendidikan bagi para perempuan di masanya. Bukan berarti dia
ingin bersaing dengan laki-laki, bukan! Dia sadar bahwa seorang perempuan
adalah pendidikan utama di dalam keluarganya, bukankah dari rahim-rahim
perempuanlah seorang anak terlahir. Pemikiran itu terus bergejolak di dalam
sukmanya, entah bagaimana suatu hari nanti kaumnya harus memiliki wawasan yang
luas. Kaumnya harus menjadi perempuan-perempuan cerdas supaya dia dapat menjaga
keluarga serta mendidik anak-anaknya dengan baik. Bukankah perempuan juga
berhak bersuara dan didengar suaranya! Bukankah mereka juga berhak menentukan sikap
bagi masa depan anak-anaknya! Di sisi lain, sentimen publik sudah terlanjur
menganggap bahwa keinginan tentang pendidikan yang tinggi sebagai sebuah alibi
yang memprovokasi hilangnya kewajiban perempuan di dalam mengurus keluarga.
Bukan tanpa dasar sentimen itu muncul, namun hal tersebut menjadi fakta terkini
tentang kehidupan perempuan-perempuan di luar sana.
Kesadaran akan kodrat illahi bukanlah
perkara yang mudah diterima begitu saja oleh para kaum perempuan. Bagaimana
tidak, ada yang merasa terpasung dunianya karena harus mengurus ini dan itu
yang rumit. Namun, di sisi lain masih banyak perempuan-perempuan yang sadar
akan kodratnya. Mereka yang tetap menjalankan tugas dan fungsinya, meskipun
harus berperan ganda. Sebagian ada yang menjadi pekerja, namun tetap
mengutamakan kehidupan keluarganya. Karier bukanlah segalanya bagi mereka.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan abad 21 ini menuntut sebuah
keluarga memiliki ketahanan finansial yang tinggi supaya tidak tergerus inflasi
yang berdampak langsung pada keharmonisan. Fakta yang mencegangkan datang dari
pengadilan agama bahwa faktor perceraian utama adalah faktor ekonomi. Tidak
salah bukan, jika para perempuan bekerja sebagai pendukung kehidupan
keluarganya? Sesuai konteks zaman. Namun, pemikiran tersebut apakah sebagaimana
yang Kartini pikirkan? Tentunya tidak!
Mengulik kebenaran pemikiran kartini,
sepertinya akan sulit. Namun, bukankah sebagai kaumnya kita juga perlu memiliki
jati diri yang berbeda. Kita bukanlah Kartini modern, dan mungkin tidak akan
pernah bisa menjadi seperti yang Kartini inginkan. Namun, bukankah
sebaik-baiknya manusia adalah yang paling banyak manfaatnya! Jadi, untuk
meneruskan perjuangan Kartini tentunya yang bisa kita lakukan adalah dengan
menjadi perempuan-perempuan tangguh yang menginspirasi dan menerangi dunia.
Kita bisa mengurus keluarga dengan baik tanpa bekerja. Kita dapat bekerja
dengan tetap mengutamakan keluarga. Kita bisa berbagi dengan sesama yang
membutuhkan pertolongan. Kita dapat mendidik para putra dan putri bangsa untuk
mengapai cita-citanya. Kita dapat mencerdaskan masyarakat dengan nilai-nilai
luhur sesuai jati diri bangsa. Kita bisa melestarikan budaya dan kearifan lokal
bangsa. Yang paling penting, kita dapat menegakkan keimanan dan ketaqwaan
sebagai pondasi utama di dalam meraih hidup dan kehidupan yang penuh cahaya langit
dan bumi. Jadi, kita bukanlah kartini modern. Kita adalah perempuan Indonesia!
Posting Komentar untuk "BUKAN KARTINI MODERN: ASA PERJUANGAN KARTINI"