Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH SUDAHKAN MENUNJANG REVOLUSI INDUSTRI 4.0

PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH SUDAHKAN MENUNJANG REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Pembelajaran sastra di sekolah harusnya sekarang bisa menunjang revolusi industri 4.0. Pengajar/guru diharapkan mampu mengelola pembelajaran yang lebih baik, memanfaatkan media pembelajaran yang mengacu pada perkembangan digital dan internet. Hal ini penting untuk dilakukan jika ingin terus mengembangkan sastra dan menarik minat sastra pada generasi milineal yang sudah sangat erat dengan perkembangan teknologi. Sekolah harus dapat menjadi garda terdepat dalam mengembangkan pembelajaran sastra, apalagi era sekarang sekolah sudah menjadi smart kampus yang harus diikuti oleh semua peserta didik.
PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAHSUDAHKAN MENUNJANG REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Sastra sebagai pembelajaran di sekolah merupakan materi yang memiliki peran penting untuk memicu kreativitas peserta didik. Penyebabnya ialah sastra memiliki sisi kemanusiaan yang dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca. Oleh karenanya, sastra mampu memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap pengembangan kepribadian dan kreativitas peserta didik. Dengan membaca karya sastra, panca  indra seseorang menjadi peka terhadap realita kehidupan. Rendra mengatakan bahwa panca indera  yang peka akan  melahirkan kepekaan atau penghayatan kehidupan, sehingga mutu perbendaraan pengalaman menjadi unggul. Akan tetapi, panca indera yang tidak peka hanya mampu menangkap lingkungannya secara global saja, kurang mampu menangkap secara detail.
Kegiatan ini dapat diterapkan melalui kegiatan membaca, menulis, dan mengapresiasikan karya sastra.  Dari itu, sastra berfungsi sebagai materi pelajaran yang memberikan pengetahuan.  Secara mekanisme pengajaran sastra di sekolah  dapat mencapai tiga pokok kemampuan belajar, yaitu efektif, kognitif, dan psikomotorik.  Kemampuan efektik ialah kemampuan dasar pada  manusia yang berkaitan dengan emosional seseorang. Kemampuan kognitif ialah kemampuan yang dimiliki oleh manusia berdasarkan pemikirannya. Kemampuan psikomotorik ialah kemampuan mengatur sisi kejiwaan untuk bertahan terhadap berbagai persoalan-persoalan.  Ketiga kemampuan tersebuat dapat ditemukan dalam pelajaran sastra.
Apabila dikaitkan dengan pembelajaran yang berbasis revolusi indrustri 4.0 pembelajaran sastra di sekolah belum dapat dikatakan berjalan dengan baik. Banyak pengajar yang belum sepenuhnya memanfaatkan inovasi yang mendukung revolusi industri 4.0 dalam pembelajaran sastra. Persoalan lain sebelumnya juga masih menjadi momok yang masih belum selesai, misalnya dalam beberapa dekade ini sastrawan Indonesia mengalami kebimbangan mengenai kesusastraan Indonesia yang hanya berjalan ditempat saja. 
Selain adanya stagnasi kritik sastra  yang dimulai sejak tahun 1990 an, penyebab terjadinya kebimbangan ini adalah  kegagalan dalam pengajaran sastra di sekolah. Alasan utama pembelajaran sastra di sekolah menjadi penting karena peserta didik adalah tulang punggung bangsa. Oleh karena itu, pembelajaran sastra dimulai sejak dini di sekolah menjadi sangat penting. Mulyasa mengatakan kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan social, belajar dan pembentukan karir peserta didik. 
Burhan Nurgiyantoro mengatakan sastra sebagai  karya seni tidak hanya berurusan dengan Bahasa saja, melainkan dengan unsur seni lainnya.  Sastra tidah hanya tersusun oleh Bahasa yang membentuk arti. Tapi, sastra juga tersusun oleh fenomena kehidupan yang membutuhkan renungan. Hal-hal yang berpengaruh terhadap pembelajaran sastra di sekolah ialah kegiatan pembelajaran antaranya komponen tujuan, bahan yang diajar, dan penilaian terhadap hasil kegiatan pembelajaran. Sastra sebagai pelajaran di sekolah juga membutuhkan tiga unsur diatas saling berkaitan erat dan memiliki kejelasan. Sastra juga di wacanakan tidak jelas dan terlalu bebas.  Mitos ini hanya bersumber pada beberapa orang yang menjadi sastrawan dengan penampilan rambut gondrong, berpakaian compang- camping, kumal dan lain sebagainya.
Mitos diatas menjadikan sastra secara akademik kurang mendapatkan tanggapan yang positif dari peserta didik dan guru. Tujuan pengajaran sastra  memberikan pedoman bagi pemilihan bahan yang sesuai.  Dengan adanya tujuan yang jelas , akan lebih konsentrasi pada materi yang telah disiapkan untuk mencapai kemampuan afektif, kognitif, psikomotorik.  Faktor dengan adanya kurikulum yang di gonta-ganti dapat menyebabkan guru dalam menerapkan kurikulum menjadi sangat bingung.  Pemerintah sudah melakukan pergantian kurikulum sebanyak enam kali. Dari kurikulum 1994 diganti kurikulum 1995, dan diganti lagi menjadi kurikulum 1997 dan 1999. Pada tahun 2004 pemerintah mengganti kurikulum yang lama dengan KBK. Tidak lama kemudian diganti lagi tahun 2006 menjadi KTSP.
Hal ini menjadikan kurikulum memegang peran penting bagi kelangsungan pembelajaran di setiap sekolah. Pada hakikatnya, pembaruan kurikulum dilakukan pemerintah untuk tujuan meningkatkan mutu pendidikan yang ada di Indonesia. Dalam kurikulum KTSP, sekolah diberikan kebebasan untuk menentukan sendiri kriteria ketuntasan belajar per indikator.  KTSP ialah kurikulum yang disusun oleh masing-masing satuan pendidikan. Oleh karena itu, daerah juga memiliki kewenangan untuk melakukan otonomi, dan letak pemerintahan tudak mutlak dipusat. Akan tetapi, gagasan yang sangat baik dari KTSP , tidak semua sekolah menjalankannya degan begitu baik.  Pikah sekolah belum siap menghadapi kurikulum baru. Beberapa sekolah ada yang masih beradaptasi pada kurikulum yang baru ini.
Sebenarnya hal yang terpenting bukan itu, tapi berkaitan dengan penyiapan pendidik yang mampu bersaing di era revolusi industri 4.0. Bagaimanapun bentuk kurikulumnya harus bisa mewujudkan pembelajaran sastra yang mengikuti perkembangan zaman, terlebih lagi di zaman digital ini yang menuntut setiap pembelajar dapat memanfaatkan dunia digital dengan sebaik mungkin.

Posting Komentar untuk "PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH SUDAHKAN MENUNJANG REVOLUSI INDUSTRI 4.0"