Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PENGEMBANGAN TUJUAN PEMBELAJARAN

PENGEMBANGAN TUJUAN PEMBELAJARAN 



Fungi Tujuan Pembelajaran
Kemp (1977) dan David E. Kapel (1981) menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran merupakan suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Sementara dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa.

Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran, tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik.  Yang menarik untuk digarisbawahi  yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis (written plan).

Istilah tujuan pembelajaran lahir dari upaya untuk menunjukkan manfaat yang akan diraih siswa seusai belajar berupa adanya batasan yang jelas terhadap apa yang akan dipelajari atau kegiatan apa yang perlu dilaksanakan siswa. Hal ini menjadikan hal yang diharapkan oleh pengajar terhadap siswanya dapat diketahui dengan jelas. Dengan mengetahui apa yang diharapkan dalam bentuk sasaran pengajaran, siswa akan dapat mengatur tata cara belajar mengajar mereka dengan baik.

Kemp (1994) menjelaskan 3 fungsi dari tujuan pembelajaran yang merupakan tugas penting dari guru, yaitu:
1.      Tujuan pembelajaran merupakan landasan dalam memilih dan membantu guru dalam mendesain pembelajaran yang tepat, khususnya untuk memilih dan mengorganisasikan aktivitas pembelajaran dan sumber belajar untuk memfasilitasi sehingga pembelajaran berlangsung efektif.
2.      Tujuan pembelajaran menyediakan kerangka untuk merencanakan evaluasi dalam pembelajaran siswa, di mana tujuan pembelajaran menjadi panduan dalam mendesain soal dan prosedur tes yang relevan.
3.      Fungsi tujuan pembelajaran sebagai panduan siswa.  Alasannya karena siswa akan menggunakan tujuan pembelajaran untuk mengetahui kemampuan dan pengetahuan yang harus dikuasai selama kegiatan pembelajaran.

Dengan menuliskan sasaran pengajaran, dapat diketahui apa yang hendak diajarkan sehingga akhirnya dapat menentukan seberapa jauh hasil pembelajaran yang telah dicapai. Dalam merancang sasaran pengajaran, pengajar harus menempatkan isi materi ajar pengetahuan dan unsur analisis tugas sebelum unsur tujuan pembelajaran itu sendiri.

Menuliskan tujuan pembelajaran merupakan kegiatan yang terus berkembang, serta memerlukan perubahan, penghalusan, dan penambahan ketika penulisannya mengembangkan langkah-langkah perencanaan berikutnya. Kadang-kadang tujuan pembelajaran yang sebenarnya dari sebuah pokok bahasan menjadi jelas setelah kegiatan belajar terpilih atau metode evaluasi dituliskan. Karena itu para pakar mulai merumuskannya dengan menuliskan sasaran yang masih bisa diubah-ubah, lalu melanjutkan ke langkah berikutnya dalam urutan perencanaan dan kemudian kembali merevisi tujuan pembelajaran tadi secara rinci setelah setiap rincian itu menjadi nyata.

Tiga Ranah Tujuan Pembelajaran.
Tujuan pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam tiga aspek utama yaitu kognitif, psikomotor, dan afektif. Pemahaman tentang jenjang dalam tiap ranah tersebut berguna ketika merencanakan sebuah pembelajaran.

1.      Ranah kognitif
Ranah kognitif mencakup tujuan yang berkaitan dengan informasi atau pengetahuan, dan pemikiran yaitu menamai, memecahkan, meramalkan, dan beberapa kemampuan aspek berpikir lainnya.  Bloom (dalam Kemp.1994) mengembangkan taksonomi klasifikasi berdasarkan jenjang pada ranah kognitif atas dua kelompok utama yaitu hafalan sederhana mengenai informasi dan kegiatan berpikir. Bloom mengklasifikasi tingkatan dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit mulai dari pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Berikut tabel perbandingan taksonomi Bloom yang lama dan revisi.

Tabel 1. Perbandingan Taksonomi kognitif  Bloom lama dan Revisi (Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R.: 2001)
Taksonomi Bloom lama
Taksonomi Bloom Revisi
C.1. Pengetahuan
C.1. Mengingat (Remember)
1.1. Mengenali (recognizing)
1.2. Mengingat (recalling)
C.2. Pemahaman
C.2. Memahami (Understand)
1.3. Menafsirkan (interpreting)
1.4. Memberi contoh (exampliying)
1.5. Meringkas (summarizing)
1.6. Menarik inferensi (inferring)
1.7. Membandingkan (compairing)
1.8. Menjelaskan (explaining
C.3. Aplikasi
C 3. Mengaplikasikan (Apply)
1.9. Menjalankan (executing)
1.10. Mengimplementasikan (implementin)
C.4. Analisis
C.4. Menganalisis (Analyze)
1.11. Menguraikan (diffrentiating)
1.12. Mengorganisir (organizing)
1.13. Menemukan makna tersirat (attributing
C.5. Sintesis
C.5. Evaluasi (Evaluate)
1.14. Memeriksa (checking)
1.15. Mengritik (Critiquin
C.6. Evaluasi
C.6. Membuat (Create)
1.16. Merumuskan (generating)
1.17. Merencanakan (planning)
1.18. (Memproduksi (producing)

Dimensi Pengetahuan dalam ranah Kognitif Bloom
a.       Pengetahuan Faktual
1)      Pengetahuan tentang terminologi
2)      Pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur
b.      Pengetahuan Konseptual
1)      Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori
2)      Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi
3)      Pengetahuan tentang teori, model & struktur
c.       Pengetahuan Prosedural
1)      Pengetahuan tentang keterampilan khusus yang berhubungan dengan suatu bidang tertentu dan pengetahuan algoritma
2)      Pengetahuan tentang teknik dan metode
3)      Pengetahuan tentang kriteria penggunaan suatu prosedur
d.      Pengetahuan Metakognitif
1)      Pengetahuan strategik
2)      Pengetahuan tentang operasi kognitif
3)      Pengetahuan tentang diri sendiri

2.      Ranah Psikomotor
Ranah ini membahas keterampilan yang membutuhkan penggunaan dan koordinasi otot tubuh, seperti dalam kegiatan jasmani dalam melaksanakan, mengolah, dan membangun. Enam golongan utama mengenai tingkah laku jasmani dikemukakan sebagai berikut: dalam ranah psikomotorik meliputi meniru, manipulasi, ketelitian, dan artikulasi.
Heinic, Molenda, dan Russel (dalam Kemp.1994) menjelaskan tingkat koordinasi yang dapat diterapkan terhadap banyak kegiatan, sebagai berikut:
a.       Imitasi, yaitu dengan mencontoh kegiatan yang diamati
b.      Manipulasi, yaitu melakukan tindakan dari apa yang dilihat
c.       Ketelitian, yaitu melakukan tindakan dengan akurasi
d.      Artikulasi, yaitu melakukan aktivitas koordinat dengan cara yang efisien dan terkoordinasi

Sementara menurut Kibler (dalam Kemp.1994) memaparkan keterampilan psikomotorik menyangkut:
a.     Gerak tubuh lengan, bahu, dan kaki. Contoh: melemparkan bola jauh-jauh.
b.    Koordinasi yang baik antara tangan dan jari, tangan dan mata, tangan dan telinga, dan antara tangan, mata dan kaki. Contoh: merajut baju bayi, menggunakan mesin ketik.
c.   Komunikasi dengan bahasa isyarat melalui ekspres wajah, isyarat tangan, gerakan tubuh. Contoh: menunjukkan emosi melalui ekspresi wajah, menyampaikan pesan lewat pantomim.

d.Tingkah laku dalam mengeluarkan dan memproyeksikan bunyi, mengkoordinasikan suara dan isyarat tangan. Contoh: memberi pengarahan dalam bahasa asing., deklamasi karya sastra dengan isyarat tangan sebagai penekanan.
Rincian yang dihasilkan dari sebuah analisis tugas memungkinkan pengajar menentukan koordinasi otot yang dibutuhkan oleh suatu kegiatan jasmani dan kemudian menyatakan kegiatan belajar yang tepat sebagai sasaran pengajaran.

3.      Ranah Afektif
Ranah ini mencakup sasaran yang menyangkut sikap, penghargaan, nilai dan emosi-menikmati, memelihara, menghormati dan seterusnya. Karthwohl, Bloom, dan Masia (dalam Kemp.1994) membagi ranah afektif ke dalam lima level. Level dari ranah afektif seperti ranah kognitif , rangkaian kesatuan perilaku sikap, dari yang terendah yaitu kesadaran dan penerimaan untuk menginternalisasikannya sebagai suatu bagian sistem nilai dari diri seseorang.
Berikut ranah afektif menurut Karthwohl, Bloom, dan Masia (dalam Kemp.1994)
a. Menerima, mau memperhatikan suatu kejadian/kegiatan. Contoh: mendengarkan, menyadari, mengamati, hati-hati terhadap.
b.      Menanggapi, mau bereaksi terhadap suatu kejadian dengan berperan serta. Contoh: menjawab, menanggapi, mengikuti, menyetujui.
c.    Menilai, mau menerima atau menolak suatu kejadian melalui pernyataan sikap positif atau negatif. Contoh: menerima, memperoleh, mengandaikan, mendukung, ikut serta, mengabdikan diri.
d.    Menyusun, menyusun berbagai nilai, menentukan hubungan antara berbagai nilai dan menerima bahwa ada nilai yang lebih tinggi daripada yang lainnya. Contoh: menyusun, memilih, mempertimbangkan, membuat rencana, memutuskan.
e.   Mengenali ciri karena kompleks nilai – konsistensi siswa dalam bertindak dan mengikuti nilai yang berlaku dan menganggapnya sebagai bagian dari kepribadiannya. Contoh: percaya akan, mempraktekkan, mengerjakan, bertindak menurut tata nilainya sendiri.

Semua ranah afektif, sama seperti ranah kognitif membentuk kesinambungan tingkah laku yang menyatakan sikap. Ini mencakup kesadaran yang sederhana dan sikap menerima sampai pada sikap menghayati sebagai sikap yang menjadi bagian dari tata nilai yang dilaksanakan.

4.      Keterkaitan Antar Ranah
Ketika merencanakan pembelajaran, perlu diingat ketiga ranah tersebut digunakan dalam pembelajaran dari yang sederhana ke yang lebih sulir, sehingga berpengaruh terhadap penentuan topik dan tujuan secara umum dalam kegiatan pembelajaran. Harus diingat bahwa meskipun kita menggunakan ketiga ranah tersebut secara terpisah, namun ketiga ranah tersebut memiliki hubungan yang erat dan tak terpisahkan.
Ranah kognitif, psikomotor, dan afektif mempunyai hubungan yang erat dalam dua hal:
a.       Satu tujuan pembelajaran dapat mencakup kegiatan belajar dalam dua atau bahkan dalam tiga ranah tersebut.
b.      Perkembangan persikapan bahkan dapat mendahului kegiatan belajar dalam ranah lainnya.

Penulisan Tujuan Pembelajaran
1.   Tujuan Pembelajaran Kognitif
Ada dua pendekatan dalam penulisan tujuan pembelajaran kognitif, yaitu: pendekatan perilaku dan pendekatan kognitif.

a.    Tujuan Perilaku
Pendekatan tujuan perilaku ini diusulkan oleh Marger. Tujuan perilaku digunakan untuk merancang perilaku apa yang harus ditunjukkan oleh peserta didik ketika ia telah menguasai pengetahuan atau keterampilan yang telah ditentukan dalam pembelajaran. Tujuan pembelajaran terdiri dari setidaknya dua bagian penting dan dua bagian opsional.

Bagian penting terdiri dari kata kerja tindakan dan acuan bahan ajar. Dua hal ini menunjukkan apa yang siswa capai. Memilih kata kerja tindakan yang tepat untuk menggambarkan perilaku belajar yang dibutuhkan adalah bagian yang sulit dari menulis tujuan. Berikut beberapa kata kerja yang mencerminkan perilaku dalam tiap level dari taksonomi Bloom. Kata kerja ini dapat membantu dalam mengenali (dan memberikan perhatian) tingkat intelektual yang lebih tinggi dalam merencanakan pembelajaran.

Tabel 2. Kata Kerja Operasional Kognitif
Mengingat
>>Memanggil kembali pengetahuan yangrelevan dari memori jangka panjang
Memahami
>>Membangun makna dari pesanpembelajaran, lisan, tulisan, dan komunikasi grafik.
Mengaplikasikan
>> Menggunakan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki dalam situasi baru
Mengingat
Mengulang
Menandai
Menamai
Mengutip
Menghafal
Menunjukkan
Menyebutkan
Menjelaskan
Mengelompokkan
Membedakan
Mencontohkan
Menampilkan
Mendiskusikan
Mengklasifikasi
Mengidentifikasi 
Memodifikasi
Menerapkan
Menyelidiki
Mengoperasikan
Menggambarkan
Menghitung
Melakukan
Menggunakan
Menganalisis
>>  Memecah pengetahuan menjadi beberapa bagian dan menunjukkan hubungan antar bagiannya
Mengevaluasi
>>Membuat penilaianatas dasarkriteria yang diberikan
Menciptakan
>> Membuat atau menciptakan sesuatu berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki
Memecahkan
Mendiagnosis
Membagankan
Menelaah
Mengkorelasikan
Menganalisis
Mengaitkan
Mendiagramkan
Membuktikan
Mempresiksi
Memproyeksikan
Mengkritik
Mengkritisi
Mengecek
Memvalidasi
Mengkoordinasikan
Merancang
Memproduksi
Membuat
Menciptakan
Merumuskan
Mengkreasikan
Mengkombinasikan
Merencanakan

Meskipun kedua komponen pada bagian penting sudah memadai dalam banyak situasi untuk mengungkapkan tujuan pembelajaran, kadang-kadang diinginkan atau diperlukan untuk memasukkan parameter lain sebagai bagian dari kebutuhan belajar. Parameter ini sangat penting ketika pengajaran memiliki persyaratan hasil tertentu atau minimum untuk kemahiran. Penulisan tujuan pembelajaran untuk suatu program berbasis kompetensi memerlukan dua bagian tambahan, yaitu: tingkat pencapaian dan kondisi kinerja.

Tingkat pencapaian menunjukkan standar kinerja atau kriteria kinerja minimum yang dapat diterima. Sedangkan kondisi kinerja adalah sumber informasi yang diperlukan untuk menetapkan persyaratan evaluasi. Kondisi ini menentukan di mana evaluasi akan berlangsung.  Alternatif dalam penulisan tujuan perilaku adalah dengan membagi tujuan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan terminal. Tujuan umum adalah tujuan yang harus dicapai dalam suatu materi, sementara tujuan terminal adalah tujuan yang harus dicapai agar dapat mencapai tujuan umum. Dalam mencapai tujuan umum, mungkin diperlukan lebih dari satu tujuan terminal.

Dalam penulisan tujuan pembelajaran hendaknya dihindari penulisan yang terlalu detail agar persyaratan tidak tampak terlalu luar biasa bagi peserta didik. tujuan instruksional harus fokus pada hasil atau produk daripada proses. Tujuan pembelajaran harus fokus pada hasil atau produk daripada proses. Berikut contoh penulisan tujuan pembelajaran perilaku:
“dalam waktu 3 menit, siswa dapat menyiapkan, mengkalibrasikan dan mengoperasikan multitester dengan benar.”
Tujuan perilaku sangat cocok untuk pelajaran yang membutuhkan penguasaan keterampilan  di mana pelajar harus menunjukkan perilaku tertentu untuk maju ke tingkat berikutnya.

a.    Tujuan Kognitif
Gronlund (dalam Kemp, 1994) menyarankan pendekatan alternatif dalam penulisan tujuan pengajaran domain kognitif milik Marger.  Tujuan perilaku dan tujuan kognitif sama-sama menetapkan belajar sebagai hasil. Tujuan kognitif, bagaimanapun, dinyatakan dalam dua bagian, pertama adalah pernyataan tujuan instruksional umum dan kedua adalah satu atau lebih sampel tipe kinerja tertentu yang akan menunjukkan penguasaan tujuan.
Alasan menggunakan tujuan kognitif bukan tujuan perilaku adalah tujuan perilaku hanya menuntut peserta didik agar dapat menguasai sesuatu, bukan memaknainya, sehingga tujuan hanya akan menjadi akhir daripada menjadi sarana untuk pembelajaran. tujuan kognitif mengatasi masalah ini dengan terlebih dahulu menyatakan tujuan umum untuk mengkomunikasikan tujuannya (misalnya "untuk menafsirkan grafik"). Tujuan perilaku mungkin menyederhanakan maksud dengan menyatakan "mengidentifikasi bar tertinggi di chart". Dari tujuan yang ditetapkan tersebut akhirnya berfokus pada pengukuran unsur-unsur grafik daripada menafsirkannya.
Tujuan kognitif sangat cocok untuk menggambarkan tingkat yang lebih tinggi dari pembelajaran. Misalnya, dalam kursus yang menekankan keterampilan negosiasi tenaga kerja, perancang mungkin mengembangkan tujuan kognitif untuk menggambarkan hasil yang berkaitan dengan mengevaluasi tawaran kontrak.

1.   Tujuan Pembelajaran Psikomotor
Keterampilan psikomotorik adalah yang paling mudah diamati dari dua domain lainnya. Tujuan dalam domain ini bergantung pada empat bagian yang sama seperti pada tujuan kognitif, namun penekanannya sering berbeda. Misalnya, kata kerja "mendemonstrasikan" sering digunakan sebagai perilaku.Penambahan kondisi kinerja secara eksplisit sering diperlukan untuk penulisan tujuan psikomotor.Waktu sering digunakan dengan tujuan psikomotor, tapi mungkin sulit untuk menentukan apakah waktu adalah suatu kondisi atau kriteria.Jika faktor waktu ini digunakan untuk mengukur kinerja, maka itu adalah kriteria untuk tujuan. Namun, jika faktor waktu digunakan untuk menetapkan batas waktu maksimum dan ada kriteria lain (misalnya mengganti dengan benar), maka waktu adalah suatu kondisi.

2.   Tujuan Pembelajaran Afektif
Domain afektif mencakup perilaku yang lebih abstrak, seperti sikap, perasaan, dan apresiasi, yang relatif sulit untuk diamati dan diukur. Salah satu metode pengembangan tujuan dalam domain ini adalah untuk menentukan perilaku secara langsung dengan menyimpulkan dari apa yang guru dapat amati. Apa yang pelajar lakukan atau katakan diasumsikan sebagai bukti perilaku yang berkaitan dengan tujuan afektif. Beberapa perilaku di domain ini sulit untuk diidentifikasi, apalagi untuk menamai dan mengukur.Membagi tujuan menjadi komponen kognitif dan perilaku seringkali berguna dalam mengembangkan tujuan afektif.Pertama, mengidentifikasi komponen kognitif atau "pikiran" yang menggambarkan sikap. Kedua, mengidentifikasi perilaku yang saat diamati akan mewakili sikap. Perilaku ini kemudian digunakan untuk menulis tujuan afektif.
Mager (dalam Kemp, 1994) menyebutkan bahwa tujuan afektif mendekati kecenderungan-kecenderungan untuk menunjukkan sikap positif terhadap subjek atau situasi. Sikap pelajar dianggap negatif jika ia menunjukkan kecenderungan menghindar. Secara umum, untuk mengukur kecenderungan mendekat ke arah sikap positif terhadap suatu kegiatan, bukti berikut dapat digunakan:
1)      Siswa mengatakan senang terhadap kegiatan tersebut.
2)      Siswa memilih kegiatan itu untuk pengganti kegiatan lain.
3)      Siswa mengikuti kegiatan itu dengan penuh gairah.
4)      Siswa menularkan minat mereka dalam kegiatan itu dengan membincangkannya dengan siswa lain atau dengan mengajak siswa lain untuk ikut serta.
Secara realistis, ada banyak tujuan afektif yang penting , namun tidak dapat menghasilkan hasil yang terukur. Eisner (dalam Kemp, 1994) menggunakan istilah tujuan ekspresif bagi tujuan yang tidak dapat diukur tersebut, karena tidak mudah dinyatakan dengan hasil yang spesifik. Penggunaan skala Likert dalam pengamatan terhadap afektif siswa akan sangat membantu dalam proses penilain afektif. Berikut beberapa kata kerja afektif yang dapat digunakan dalam menyusun tujuan pembelajaran afektif.
Tabel 3. Kata Kerja Afektif
Bekerja sama
Mengemukakan pendapat
Berpartisipasi
Peduli
Jujur
Menghindari
Menawarkan
Menyetujui
Teliti
Disiplin

Mengklasifikasikan Tujuan
Ranah kognitif dan afektif terdiri dari jenjang yang berurutan, yaitu dimulai dari tingkat terendah menuju tingkat yang lebih intelektual atau canggih dalam proses pembelajaran. Sedangkan ranah psikomotorik tidak menunjukkan kekonsistenan pola urutan seperti pada ranah kognitif dan afektif.Ketiga ranah tersebut berguna untuk menentukan tingkat pembelajaran pada setiap tujuan dan untuk memeriksa bahwa tujuan didistribusikan di beberapa tingkat.Selain itu, tujuan dapat berfungsi sebagai dasar untuk mengembangkan strategi pembelajaran.Namun, tiga taksonomi tersebut tidak cocok untuk mengembangkan strategi pembelajaran dengan dua alasan.Pertama, tujuan sering dapat diklasifikasikan ke dalam lebih dari satu tingkat.Kedua, taksonomi tidak memberikan petunjuk strategi pembelajaran untuk setiap tingkat.Terdapat dua model yang berbeda untuk mengklasifikasikan tujuan dan kemudian menentukan strategi pembelajaran.

Model Mager dan Beach
Mager dan Beach (dalam Kemp, 1994) menggambarkan pendekatan klasifikasi kinerja. Tujuan akan diurutkan ke dalam salah satu dari lima kategori atau jenis kinerja dan kemudian diperingkat tingkat kesulitan belajarnya seperti pada Table 4.
Table 4. Jenis Kinerja Mager dan Beach
Tujuan
Kompetensi
Tingkat Kesulitan Belajar
1.       Melalui media telpon mainan, siswa dapat mempraktekan berdialog melalui telepon dengan bahasa yang santun.
Berbicara
Mudah
2.       Setelah belajar menggunakan media benda konkret, siswa dapat melakukan penjumlahan dengan cara memanipulasi benda kedalam bentuk gambar.
Manipulasi
Cukup sulit
3.       Setelah mendengarkan penjelasan guru, siswa dapat menyebutkan siapa penemu benua Amerika.
Mengingat kembali
Mudah
4.       Dengan disediakan bunga sepatu, siswa dapat membedakan putidengan benangsari.
Diskriminasi
Cukup sulit
5.       Dengan disediakan teks cerita tentang hidup bermasyarakat, siswa dapat menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan hidup bermasyarakat.
Pemecahan masalah
Sulit

Tujuan yang menuntut pelajar untuk berbicara secara spesifik diklasifikasikan sebagai tujuan kinerja berbicara.Kategori ini terbatas untuk berbicara, respon verbal tertulis tidak diklasifikasikan kedalam kategori ini.Manipulasi adalah pelaksanaan keterampilan psikomotor dari keterampilan yang sederhana. Tujuan yang menuntut siswa untuk menghafal  informasi diklasifikasikan dalam kategori mengingat kembali. Kategori diskriminasi mengharuskan pelajar untuk membedakan antara dua objek atau dua peristiwa. Tujuan yang mengharuskan pelajar untuk menentukan apa yang harus dilakukan, diklasifikasikan sebagai pertunjukan pemecahan masalah.Akhirnya, masing-masing tujuan diklasifikasikan menjadiperingkat- peringkat seperti mudah, cukup sulit, sulit, atau sangat sulit untuk dapat dilakukan.

Model Matrik Kinerja-Konten
Model Merrill (dalam Kemp, 1994) menggunakan kategori konten yang kemudian digunakan untuk menentukan strategi pembelajaran. Aspek isi dari matriks, menyediakan enam kategori untuk mengklasifikasikan tujuan.Masing-masing tujuan diklasifikasikan ke dalam satu kategori.Jika tujuannya menjadi dua kategori, perlu disempurnakan dan dinyatakan sebagai dua tujuan yang terpisah.

Fakta.Fakta adalah pernyataan yang mengaitkan satu item dengan yang lainnya. Pernyataan "Columbus menemukan Amerika" mengkaitkan nama Columbus dan Amerika. Belajar bahwa simbol H merupakan istilah untuk unsur hidrogen dalam reaksi kimia, juga merupakan fakta yang mengaitkan H dengan hidrogen.Fakta adalah hafalan untuk mengingat kembali di kemudian nanti.

Concept.Konsep adalah kategori yang kita gunakan untuk menyederhanakan dunia. Jauh lebih mudah untuk menunjukkan kendaraan roda dua sebagai sepeda dari pada harus mengingat nama merk setiap sepeda. Contoh konsep adalah lingkaran, mobil, kotak, wanita, cermin, dan pohon.Sebagaicontohpohonmangga, pohonnangka, danpohon pinus sebagai kategori pohon.

Prinsip dan Peraturan. Suatu prinsip atau aturan mengungkapkan hubungan antara konsep.Misalnya, "Logam memuai ketika suhunya meningkat" mengungkapkan hubungan sebab akibat antara konsep logam dan suhu.Demikian pula, "Memberikan penguatan, meningkatkan kemungkinan terulangnya perilaku" mengungkapkan hubungan antara belajar (mengulangi perilaku) dan penguatan.

Prosedur.Suatu prosedur adalah urutan langkah-langkah yang diikuti untuk mencapai suatu tujuan. Prosedur dapat menggambarkan cara kerja terutama kognitif seperti memecahkan persamaan kuadrat, sebuah cara kerja yang melibatkan kognitif dan psikomotorik seperti cara menggunakan voltmeter, dan psikomotor seperti membuat boneka tangan.

Keterampilan interpersonal.Kategori ini menggambarkan interaksi lisan dan nonverbal (misalnya, bahasa tubuh) antara dua orang atau lebih. Sebagai contoh, suatu keahlian dalam menjawab telepon atau keterampilan dalam presentasi yang efektif akan diklasifikasikan dalam kategori ini. Demikian pula, program yang dirancang untuk meningkatkan keterampilan seseorang yang sedang diwawancarai oleh televisi dengan meningkatkan postur dan kebiasaan duduk dengan penuh percayadiri akan dikelompokkan dalam kategori ini.

Sikap.Tujuan yang berusaha untuk mengubah atau memodifikasi sikap pelajar diklasifikasikan dalam kategori ini.Tujuan Afektif dapat bervariasi dari sekedar mengembangkan kesadaran sampai untuk perubahan sikap yang menghasilkan tindakan, seperti menghentikan pencurian di sebuah perusahaan.Perilaku atau kinerja yang ditentukan dalam tujuan kemudian diklasifikasikan sebagai mengingat kembali atau aplikasi.

Ingat.Tujuan yang menentukan bahwa pelajar hanya menghafal informasi untuk mengingat (misalnya, "siapa yang menemukan Amerika?" dan "Mendefinisikan belajar") diklasifikasikan sebagai kinerja ingat.Kinerja ingat mencakup perilaku pada tingkat yang paling rendah dari taksonomi Bloom. Kata kerja seperti mendaftar, mendefinisikan, dan member namasebagai isyarat dari kinerja mengingat kembali. Fakta selalu diklasifikasikan sebagai mengingat kembali karena tidak dapat diterapkan.

Aplikasi.Ketika kinerja mengharuskan pelajar untuk menggunakan atau menerapkan informasi, tujuan diklasifikasikan sebagai aplikasi. Sebagai contoh, suatu tujuan yang mengharuskan pelajar untuk menunjukkan penggunaan penguatan dalam pelajaran microteachingakan diklasifikasikan sebagai aplikasi. Kata kerja seperti menunjukkan, diskriminasi, dan memecahkan adalah isyarat bahwa kinerja memerlukan aplikasi.

Kesulitan dalam Menuliskan Tujuan
Salah satu alasan banyak orang menghindari untuk merumuskan tujuan yang tepat adalah bahwa merumuskan tujuan menuntut banyak pemikiran dan usaha.Setiap tujuan harus jelas.Dalam hal ini, harus berkomunikasi kepada semua peserta didik dan guru lainnya.Banyak guru tidak terbiasa membuat rancangan pembelajaran. Pentingnya tujuan untuk kegiatan pembelajaran menjadi jelas apabila guru bersedia untuk mempersiapkan tujuan-tujuan pembelajaran apa saja yang harus dikuasai siswa.

Pro dan Kontra Menulis Tujuan
Ada beberapa guru yang berpendapat bahwa penulisan tujuan pembelajaran itu penting, selama tujuan itu dapat diukur dan diamati.Namun, beberapa guru lain berbeda pendapat, mereka tidak menyetujui bahwa penulisan tujuan pembelajaran itu adalah suatu hal yang penting. Hal ini dikarenakan mereka mengharapkan hasil belajar untuk jangka panjang, sementara hasil belajar jangka panjang tidak mudah untuk diukur dan diamati.
Sebagian besar guru dalam menulis tujuan, berhubungan dengan tujuan jangka pendek yang ingin dicapai selama program pembelajaran.Namun, ada beberapa tujuan jangka pendek yang dapat berkontribusi untuk tujuan jangka panjang, seperti pengembangan keterampilan analisis atau kemampuan pengambilan keputusan, dimana guru memiliki kontrol yang sedikit atau bahkan tidak ada.Tujuan tingkat tinggi (jangka panjang) mungkin tidak sepenuhnya terukur.Oleh karena itu, layak apabila menganggap bahwa tujuan tertentu tidak dapat benar-benar berhasil selama program pembelajaran yang direncanakan. Guru dapat melakukan evaluasi lanjutan setelah pembelajaran untuk menentukan kompetensi peserta didik terhadap pentingnya tujuan jangka panjang tersebut.

DAFTAR RUJUKAN

Kemp,J.E, Morrison, G.R., and Ross, S.M. 1994. Designing Effective Instruction. New York: Maxwell Macmilan International.
http://www.artikelbagus.com/2011/11/pengertian-tujuan-dan-cara-merumuskan-tujuan-pembelajaran.html#ixzz2isxFx1sk diakses pada 26 Oktober 2013
http://wiliancerdas.wordpress.com/desain-pembelajaran/diakses pada 27 Oktober 2013



Posting Komentar untuk "PENGEMBANGAN TUJUAN PEMBELAJARAN "