Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PENGEMBANGAN ASESMEN RANAH AFEKTIF

A. Pengertian Asesmen Ranah Afektif

Johnson (dalam Harsiati, 2011) menjelaskan makna asesmen sebenarnya adalah proses mendapatkan sejumlah deskripsi karakteristik tertentu yang dimiliki siswa. Asesmen tidak semata-mata hanya dapat dilakukan pada ranah kognitif dan psikomotor, namun ranah afektif sangat penting. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Popham (dalam Hall, 2011) yang menyatakan bahwa asesmen pada domain afektif jauh lebih penting daripada asesmen pada domain kognitif. Asesmen ranah afektif adalah proses untuk mendapatkan sejumlah deskripsi mengenai sikap, minat, atau nilai-nilai yang terdapat dalam diri siswa. Jika asesmen ranah kognitif dan psikomotor mengukur sesuatu yang diketahui dan dapat dilakukan siswa, maka asesmen ranah afektif justru mengukur sesuatu yang mungkin tidak diketahui dan tidak disadari siswa yaitu watak/karakter 
(Hall, 2011). 

B. Domain/Ranah Afektif

Domain afektif berisi keterampilan belajar yang sebagian besar terkait dengan proses emosional (afektif). Proses pembelajaran pada domain afektif termasuk bersikap terbuka terhadap pengalaman, terlibat dalam kehidupan, memupuk nilai-nilai, mengelola diri dan pengembangan diri. Keberhasilan dalam domain afektif sangat ditentukan oleh konsep diri siswa, pengaturan pribadi, ketekunan, penilaian sikap, dan tingkat keberhasilan (Hewitt, et.al, Tanpa Tahun: http:// pcrest.com). 

1. Proses Domain Afektif 

Domain afektif terdiri dari lima proses afektif. Proses ini diurutkan dan diidentifikasi sebagai: bersikap terbuka terhadap pengalaman (receiving), terlibat dalam kehidupan (responding), memupuk nilai-nilai (valuing), mengelola diri sendiri (organizing), dan mengembangkan diri (internalization). Proses pada domain afektif merupakan proses yang lebih kompleks dan terpadu (Hewitt, et.al, Tanpa Tahun). 

a. Bersikap terbuka terhadap pengalaman (receiving): mengeksplorasi diri (mengamati diri, mendengarkan diri, memahami reaksi, kesadaran tubuh, mengidentifikasi emosi); mengeksplorasi lingkungannya (penasaran, bersikap terbuka, menjadi positif, bersikap menyenangkan, bersikap aktif); dan merasakan emosi (merasa dicintai, berduka, merasa gembira, tertawa, menanggapi estetika, merasa aman). 

b. Terlibat dalam kehidupan (responding): 
mengekspresikan emosi (penuh kasih, kepedulian, menghormati, memberikan, menghibur); mengatasi tantangan kehidupan (mengatasi, bertahan, menerima bantuan, percaya diri, menanggapi kegagalan, menghargai evaluasi); meningkatkan keberhasilan kehidupan (menanggapi sukses, menjadi rendah hati, mencari penilaian, merayakan, mengakui orang lain). 

c. Memupuk nilai-nilai (valuing): menilai diri (membangun identitas, mengembangkan filsafat pribadi, percaya diri, merawat diri, bersikap mencerminkan diri); menghargai hukum alam (menghargai keragaman, menghargai alam, menghargai keluarga dan orang lain, bersikap spiritual); menyempurnakan nilai-nilai pribadi (nilai-nilai mengidentifikasi, menjelajahi keyakinan, menjelaskan salah satu sistem nilai, memvalidasi nilai-nilai, menyelaraskan dengan nilai-nilai sosial, menerima kepemilikan). 

d. Mengelola diri sendiri (organizing): mengatur diri (menanggapi permintaan, mengenali ketidakcocokan, mengelola ketidakcocokan, mengelola sumber daya, memprioritaskan, bersikap disiplin); mengelola kinerja (bersikap menentukan, berkomitmen untuk masa depan, mempersiapkan, berlatih, menantang standar, diri sendiri yang bermanfaat, merancang emosi); mengelola emosi (mengatur emosi, mengenali konteks emosional, mempersiapkan emosi untuk masa depan, pemodelan emosi). 

e. Mengembangkan diri (internalization): mensinergikan perasaan (menghubungkan perasaan, menafsirkan perasaan, menganalisis perasaan, memprediksi perasaan, mengidentifikasi objek emosi, mengeksplorasi emosi), memfasilitasi pengembangan pribadi (mengenali potensi diri, mencari penilaian, mencari pendampingan, bersikap sabar), menantang diri (menggali potensi, memperluas identitas, bersikap berani, proaktif, mengembangkan budaya, bersikap empatik), melakukan di luar diri (melakukan kepedulian, menerima hasil, bertindak atas keyakinan, meningkatkan harga diri, mengaktualisasikan diri) (Hewitt, et.al, Tanpa Tahun: http:// pcrest.com) 

2. Kompetensi Domain Afektif 

Proses domain afektif di atas kemudian dibagi menjadi beberapa tingkat kompetensi yang dapat dikuasai oleh siswa, diantaranya.

a. Tingkat 1: Menggunakan tanpa sadar, yaitu memberi respon jika diminta orang lain, perhatian tetapi tidak secara sadar mengidentifikasi proses domain afektif dan keterampilan afektif. 
b. Tingkat 2: Menggunakan dengan sadar, yaitu menggunakan keterampilan afektif secara pasif tetapi dengan kesadaran akan kebutuhan untuk berkembang terbatas oleh kepercayaan diri, kelancaran dan waktu.
c. Tingkat 3: Kemampuan yang konsisten, yaitu menyadari keadaan afektif dengan cepat dan bekerja/belajar dengan metode manajemen diri yang sesuai dengan situasi.
d. Tingkat 4: Menggunakan Refleksi Diri, yaitu menggunakan keterampilan afektif dalam strategi yang direncanakan untuk peningkatan kontrol
e. Tingkat 5: Menggunakan dengan mengubah, yaitu sangat terampil dan tepat waktu dalam menggunakan keterampilan afektif untuk meningkatkan keterlibatan dan komitmen orang lain (Hewitt, et.al, Tanpa Tahun: http:// pcrest.com). 

C. Instrumen Asesmen Ranah Afektif 

Sejumlah instrumen dapat digunakan untuk melakukan asesmen ranah afektif. Hopkins (dalam Hall, 2011:10) menunjukkan bahwa “Likert, rating, and semantic differential scales, self-reportinventories, self-esteem inventories, Q-Sort instruments, questionnaires, and adjective checklists” adalah semua alat yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data asesmen ranah afektif . Terlepas dari jenis alat yang digunakan, seorang pengguna alat tersebut harus memperhatikan beberapa pedoman penting sehingga menghasilkan hasil yang sevalid mungkin. Sebagai contoh, proses pengumpulan seluruh data harus benar-benar tanpa nama. Hal tersebut dilakukan demi meningkatkan kemungkinan mendapatkan tanggapan yang jujur. Siswa harus tahu bahwa mereka tidak perlu menuliskan nama atau tanda pengenal pada instrumen yang harus mereka isi. 
BACA JUGA PENGEMBANGAN ASESMENT BERBENTUK TES

Asesmen ranah afektif ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pencapaian kompetensi afektif pada setiap tingkat. Ada beberapa bentuk skala (dalam Burhanudin dan Mantau, 2009: 120) yang dapat digunakan untuk mengukur ranah afektif, yaitu. 

a. Skala Likert, yaitu digunakan jika ingin mengukur sikap siswa terhadap sesuatu.
b. Skala Pilihan Ganda, yaitu siswa diberi soal bentuk pilihan ganda yang mengandung suatu pertanyaan serta diikuti sejumlah alternatif pendapat. 
c. Skala Thurstone, yaitu instrumen yang jawabannya menunjukkan adanya suatu tingkatan, mirip dengan skala likert, namun Thurstone mengarahkan pernyataan yang diajukan ± 10 item.
d. Skala Guttman, yaitu pernyataan yang dirumuskan empat atau tiga yang menunjukkan tingkatan yang berurutan, pabila responden setuju persyaratan 2, diduga setuju pemyataan 1, selanjutnya setuju pernyataan 3 diduga setuju pemyataan 1 dan 2 dan apabila setuju pemyataan 4 diduga setuju pemyataan 1, 2 dan 3.
e. Skala Differensial, yaitu instrumen yang bertujuan untuk mengukur konsep tiga dimensi, dalam kategori: baik-tidak baik, kuat-lemah, dan cepat-lambat/aktif-pasif. 


DAFTAR RUJUKAN

Hall, R.A. 2011. Affective Assessment: The Missing Piece of the Educational Reform Puzzle. Austin: the Delta Kappa Gamma Society International. 

Harsiati, T. 2011. Penilaian dalam Pembelajaran. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang. 

Hewitt, W.D, Bellevue, L, Hall, A. Tanpa Tahun. Affective Domain. (Online), (http:// pcrest.com), diakses 15 Maret 2014. 

Burhanudin, A.K dan Mantau. 2009. Pengkuran Ranah Afektif Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dalam Penilaian Berbasis Kelas. (Online), (http://ejurnal.ung.ac.id), diakses 15 Maret 2014.

Posting Komentar untuk "PENGEMBANGAN ASESMEN RANAH AFEKTIF"