PENGEMBANGAN ASESMEN BERBENTUK TES
A. Asesmen Berbentuk Tes
Asesmen sebagai suatu langkah untuk pengumpulan informasi proses dan hasil belajar yang dicapai siswa tentunya membutuhkan suatu alat untuk memperoleh informasi tersebut. Dalam kegiatan asesmen, alat yang paling umum dikenal adalah tes. Tes dianggap paling mudah untuk mengambarkan ketercapaian hasil belajar siswa, namun sebenarnya anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Tes didefinisikan sebagai seperangkat pertanyaan atau tugas yang dirancang untuk mendapatkan informasi tentang hasil belajar, proses belajar, atau perilaku tertentu di mana setiap butir pertanyaan atau tugas harus memiliki jawaban atau ketentuan yang dianggap benar dan telah teruji (Zainul dan Mulyana, 2005). Bruce, Aiken, dan Kerlinger (dalam Harsiati, 2011) menyatakan bahwa tes merupakan alat untuk mengukur pengetahuan, keterampilan maupun tingkah laku pada ranah tertentu dengan memberikan sejumlah rangsangan buatan untuk ditanggapi.
B. Karakteristik Tes yang Baik
Tes sebagai suatu alat ukur sangat penting untuk dijaga kualitasnya karena selain untuk mengukur ketercapaian belajar, namun secara tidak langsung juga sebagai alat untuk mengukur efektivitas guru dalam mengajar. Oleh karena itu, perlu diperhatikan beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam mengembangkan tes yang berkualitas.
1. Tes harus valid, yaitu mengukur apa yang seharusnya diukur sesuai dengan tujuan instruksional dan tujuan pengukuran.
2. Tes harus relevan, yaitu mengukur kemampuan belajar sesuai dengan tingkat kemampuan seseorang.
3. Tes harus spesifik, yaitu soal di dalam tes harus memiliki jawaban pasti dan tidak mendorong siswa untuk berspekulasi dalam menjawab.
4. Tes harus representatif, yaitu materi tes harus mencakup seluruh materi pelajaran.
5. Tes harus seimbang, yaitu tes harus mencakup pokok bahasan dengan tingkat kesulitan yang berbeda mulai dari mudah, sedang dan sulit.
6. Tes harus sensitif, yaitu tes harus benar-benar memberikan hasil tes yang dapat membedakan antara siswa yang menguasai materi dengan yang tidak.
7. Tes harus fair, yaitu tes harus jelas cakupan materinya, normanya, dan kriterianya serta tidak menjebak dan merugikan siswa.
8. Tes harus praktis, yaitu tes tidak sulit untuk dilaksanakan, baik dari segi biaya, waktu maupun pelaksanaannya itu sendiri (Poerwanti, dkk, 2008).
C. Ragam Tes
Tes merupakan alat ukur yang memiliki banyak jenis sesuai dengan tujuan, waktu, cara mengerjakan, cara penyusunan maupun bentuk jawabannya. Berikut ini jenis-jenis tes (dalam Poerwanti, dkk, 2008).
1. Jenis tes berdasarkan tujuan penyelenggaraan:
a. tes seleksi,
b. tes penempatan,
c. tes hasil belajar,
d. tes diagnostik,
e. tes uji coba.
2. Jenis tes berdasarkan tahapan/waktu penyelenggaraan:
a. tes masuk,
b. tes formatif,
c. tes sumatif,
d. pra-tes dan post-tes
3. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan:
a. tes tertulis,
b. tes lisan,
c. tes unjuk kerja.
4. Jenis tes berdasarkan cara penyusunan:
a. tes buatan guru,
b. tes terstandar.
5. Jenis tes berdasarkan bentuk jawaban:
a. tes esei,
b. tes jawaban pendek,
c. tes objektif.
D. Mengembangkan Tes
1. Langkah-langkah mengembangkan tes.
Secara garis besar (dalam Poerwanti, dkk, 2008) terdapat tiga langkah pokok dalam mengembangkan tes, yaitu.
a. Perencanaan:
1) menentukan cakupan materi yang akan diukur,
2) memilih bentuk yang tepat,
3) menetapkan panjang tes yang sesuai dengan kebutuhan.
b. Menulis butir pertanyaan:
1) menulis draf soal,
2) memantapkan validitas isi,
3) melakukan uji coba,
4) revisi soal.
c. Melakukan pengukuran dengan tes:
1) menjaga objektivitas pelaksanaan tes,
2) memberi skor pada hasil tes,
3) melakukan analisis hasil tes.
2. Mengembangkan tes bentuk esai dan objektif sebagai alat penilaian.
a. Tes esai/ uraian
Tes uraian adalah butir soal berupa pertanyaan atau tugas yang mengharuskan seseorang untuk mengekspresikan pikiran secara naratif dalam memberikan jawaban (Zainul dan Mulyana, 2005). Tes esai ini sebaiknya digunakan dengan pertimbangan sebagai berikut:
1) jumlah siswa atau peserta tes terbatas,
2) waktu yang dimiliki guru untuk mempersiapkan soal sangat terbatas, namun banyak waktu dalam memeriksa hasil tes,
3) tujuan instruksional yang ingin dicapai adalah kemampuan mengekspresikan pikiran, tulisan,penggunaan bahasa dan pemecahan masalah,
4) guru hendak mengetahui sikap, nilai dan pendapat siswa secara tidak langsung dari jawaban siswa atas permasalahan dalam butir soal.
5) guru hendak memperoleh hasil pengalaman belajar siswanya.
Tes bentuk uraian ini banyak memiliki kekuatan, antara lain:
1) dapat mengukur hasil belajar siswa yang kompleks dengan baik,
2) lebih mengukur pada proses mental siswa dalam mengekspresikan pikiran dan memecahkan masalah,
3) meningkatkan motivasi siswa untuk lebih menjadi insan yang berkarakter,
4) memudahkan seorang guru dalam menyusun butir soal,
5) menekankan pada kemampuan menulis untuk menyusun kata dalam kalimat mereka sendiri (Zainul dan Mulyana, 2005; Sukardi, 2011).
Selain memiliki kekuatan, tentunya tes uraian memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
1) reliabilitas rendah,
2) memerlukan waktu yang panjang dalam pelaksanaannya,
3) jawaban siswa terkadang bertele-tele,
4) memungkinkan adanya pengaruh subyektifitas guru dalam menilai,
5) cenderung kurang bisa mencakup seluruh isi materi (Zainul dan Mulyana, 2005; Sukardi, 2011).
b. Tes objektif
Tes objektif secara umum (dalam Zainul dan Mulyana, 2005:1.14) dibedakan menjadi 3 tipe yaitu: benar salah, menjodohkan dan pilihan ganda.
a) Benar salah
Kekuatan:
1) mudah mengembangkan dan memberi skor,
2) dapat mencakup seluruh isi materi pelajaran,
3) baik digunakan untuk mengukur fakta dan hasil belajar langsung (Zainul dan Mulyana, 2005).
Kelemahan:
1) hanya sekadar menguji pengakuan sehingga dapat mendorong siswa untuk menebak jawaban yang benar,
2) hanya membatasi belajar siswa pada tingkat rendah yaitu mengingat dan memahami (Kemp, et.al, 1994).
b) Menjodohkan
Kekuatan:
1) sangat cocok untuk menguji kemampuan membedakan definisi, istilah, peristiwa, fungsi, bagian dan sebagainya,
2) materi yang luas dapat diujikan dalam halaman yang lebih sedikit,
3) jika penyusun soal berhati-hati dalam memakai istilah, maka peluang siswa menebak asosiasi akan jauh lebih berkurang dibanding tipe tes objektif lainnya (Kemp, et.al, 1994).
Kelemahan:
1) hanya menilai pengenalan saja bukan mengingat,
2) menilai tingkat belajar yang lebih rendah yaitu mengetahui (Kemp, et.al, 1994).
c) Pilihan Ganda
Kekuatan:
1) dapat dikembangkan dari tujuan instruksional yang paling sederhana ke yang paling kompleks,
2) dapat mencakup seluruh materi pelajaran,
3) memberikan skor dapat dilakukan secara objektif dan singkat,
4) memungkinkan dilakukan analisis butir soal secara baik,
5) dapat mengurangi dorongan siswa untuk menebak karena pilihan jawaban lebih dari dua (Zainul dan Mulyana, 2005)
Kelemahan:
1) sukar menemukan alternatif jawaban yang homogen,
2) adanya kemungkinan mengukur tingkat belajar yang rendah saja dalam pembuatan tes,
3) pengalaman siswa dalam tes ini sangat berpengaruh pada skor yang diperoleh siswa (Zainul dan Mulyana, 2005).
DAFTAR RUJUKAN
Harsiati, T. 2011. Penilaian dalam Pembelajaran. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.
Kemp, J. E, Morrison, G. R & Ross, S. M. 1994. Designing Effective Instruction. New York: Macmillan College Publishing Company.
Poerwanti, E, Widodo, E, Masduki, Pantiwati, Y, Rofieq, A dan Utomo, D.P. 2008. Asesmen Pembelajaran SD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Sukardi. 2011. Evaluasi Pendidikan: Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Zainul, M dan Mulyana, A. 2005. Tes dan Asesmen di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Posting Komentar untuk "PENGEMBANGAN ASESMEN BERBENTUK TES "