Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN


 By: Saidah, K dan Lestari, S.  
1. Akar Filsafat
A. Cara Pandang Filsafat
Proses pendidikan dinilai tidak hanya bagaimana cara untuk mencapai tujuan pendidikan itu semata, akan tetapi disisi lain juga di pengaruhi oleh alasan-alasan tertentu mengapa pendidikan itu diselenggarakan. Alasan tersebut erat kaitannya dengan paham atau filsafat yang di anut dan menjadi dasar baik dari lembaga ataupun negara. Landasan Filsafat dibutuhkan untuk memberikan “jiwa” pada proses pendidikan itu sendiri, karena pada dasarnya filsafat merupakan akar dari ilmu pengetahuan yang ada. (Ornstein dan Levine, 2008:159) mendefinisikan filsafat sebagai jalan berfikir yang sangat luas tentang arti kehidupan didunia,  refleksi yang mendalam tentang kebenaran dan kesalahan, kebaikan dan keburukan, keindahan dan kejelekan.
Sebelum membahas tentang filsafat pendidikan lebih jauh maka kita perlu memahami tentang cara pandang filsafat tentang filsafat itu sendiri. Cara pandang yang dimaksudkan dalam hal ini adalah, metafisik, epistemologi, aksiologi dan logika.

Metafisik membahas tentang realitas dan eksistensi sesuatu.Tentang ada dan ketiadaan, ataupun tentang apakah eksistensi dunia spiritual itu terpisah dari dunia material.Dalam persepsi dunia pendidikan metafisika menjelaskan tentang bagaimanakah penyusun kurikulum, guru, penulis buku teks, menjelaskan tentang realitas kepada siswa. Sedangkan epistemologi menjelaskan tentang pengetahuan dan pemahaman dimana kedua hal tersebut  mempengaruhi metode pengajaran dan pembelajaran. Hal ini memunculkan pertanyaan tentang pada hal apa kita mendasarkan pengetahuan kita tentang dunia dan pemahaman kita tentang kebenaran? apakah pengetahuan diperoleh dari wahyu Tuhan,  pengalaman empiris atau sesuatu yang lain? perbedaan aliran filsafat menghasilkan perbedaan konsepsi epistemologis (Ornstein dan Levine, 2008:161).
Aksiologis lebih menekankan pada nilai etika dan estetika dari suatu hal, serta standar etika dari perilaku siswa. Guru, seperti kebanyakan orang tua dan masyarakat akan mentransfer nilai-nilai yang mereka pahami kepada siswa dengan cara pembentukan perilaku baik sacara sukarela maupun paksaan yang sesuai dengan konsepsi guru tentang kebaikan, keburukan maupun keindahan. Sedang logika lebih menekankan kepada cara membuat keputusan yang dijadikan dasar untuk melakukan rekomendasi maupun berargumen (Ornstein dan Levine, 2008:162).
Dengan memahami cara pandang filsafat maka kita dapat memahami suatu aliran filsafat dari cara-cara pandang tersebut. Cara pandang filsafat memudahkan kita mempelajari tujuan dari suatu aliran filsafat tersebut serta pandangannya terhadap beberapa aspek kehidupan.
B. Akar-akar Filsafat Pendidikan
1. Aliran Idealis
Filsafat idealis pertama kali di kemukakan oleh Plato abad ke 4 sebelum masehi.Plato berpendapat bahwa dunia adalah ide yang bersifat spiritual dan tidak berubah.Dunia ide tersebut yang mendasari realitas yang ada saat ini, karena realitas merupakan refleksi dari dunia ide atau spiritual yang bersifat absolut dan kekal.
Secara metafisik filsafat idealis beranggapan bahwa jiwa atau esensi spiritual seseorang sebagai elemen permanen dari fitrah manusia yang memberikan kekuatan untuk berfikir dan merasakan.Secara epistemologi idealis beranggapan bahwa ide membentuk realitas yang selalu ada. Sedangkan pengetahuan adalah hasil dai “memanggil kembali” ide-ide yang ada dalam pikiran manusia. Secara aksiologi idealis percaya bahwa nilai itu tidak berubah dan dapat di aplikasikan kepada semua orang dimanapun dia berada., dengan kata lain nilai itu bersifat universal. Secara logis ideaalis beranggapan bahwa logika itu berdasarkan hubungan antara kekuatan mutlak, atau Tuhan dengan individu.Guru yang menganut idealis cenderung menggunakan logika deduktif untuk mengorganisasikan pembelajaran yang di mulai dengan prinsip-prinsip umum (Ornstein dan Levine, 2008:164-165).
2. Aliran Realis
Filsafat realis pertama kali di kemukakan oleh Aristoteles yang merupakan murid dari Plato.Bebeda dari gurunya Aristoteles beranggapan bahwa dunia adalah realitas.pengetahuan di bangun dari realitas yang ada.Sehingga pengetahuan di peroleh dari dari pengalaman dan pemikiran manusia.
Secara metafisik dan epistemologisrealis mempercayai bahwa dunia material berdiri sendiri dan diluar dari pikiran manusia. Alston .p. (dalam Ornstein dan Levine ,2008:167) manusia mengetahui dapat mengetahi suatu objek berdasarkan perasaan dan alasan mereka. realis mempercayai bahwa dalam pengorganisasian kurikulum memisahkan subjek-subjek pengetahuan adalah cara yang paling efektif untuk mempelajari tentang realitas pengetahuan ( Ornstein dan Levine, 2008:168).
Secara aksiologi dalam konsep pengetahuan, realis lebih menekankan pada perilaku rasional.Nilai terbentuk berdasarkan aturan alam yang universal.Sedangkan  secara logika guru yang realis banyak menggunakan kedua metode berfikir baik induktif maupun deduktif.
3. Aliran Pragmatis
Aliran pragmatis pertama kali di kemukakan oleh charles pierce, kemudian beberapa tokoh yang menganut aliran ini adalah william james,george herbert mead dan jhon dewey. Pada dasarnya pragmatis lebih merupakan suatu sikap untuk menimbang kebenaran suatu hal.Sehingga bersifat empiris dengan metode yang sistematis.
Pragmatisme menekankan bahwa untuk membuktikan suatu ide adalah dengan melaksanakannya. Pierce lebih menekankan pada metode berfikir ilmiah untuk mengetahui kebenaran ide secara empiris. James mengaplikasikan pragmatisme pada psikologi, religi dan pendidikan, mead lebih menekankan perkembanagn anak sebagai bagian dari belajar dan mengalami kehidupan manusia. Dewey lebih menekankan pada proses berfikir dan belajar sebagai pemecahan masalah dalam proses pendidikan (Ornstein dan Levine, 2008:170).
Secara metafisik dan epistemologis, tidak seperti kebanyakan filsafat tradisional yang bergantung pada pondasi metafisika, pragmatisme lebih menekankan pada aspek epistemologi tentang bagaimana kita mengetahui apa yang harus kita ketahui. Pada intinya pragmatisme lebih menekankan pada pengalaman langsung daripada hanya pada ranah konsep. Sedangkan secara aksiologi pragmatis lebih mengedepankan pada situasi dan kondisi kultur, nilai dianggap tidak tetap, tetapi berubah bergantung pada waktu tempat dan keadaan. Secara logika, pragmatis lebih menekankan pada metode berfikir induktif ( Ornstein dan Levine, 2008:171).
4. Aliran Eksistensialisme
Eksistensialisme pertama kali dikemukakan oleh Jhon paul sartre. sacara sederhaana eksistensialis menyatakan bahwa manusia adalah kebenaran itu sendiri, keputusan akan peggetahuan, nilai dan tujuan adalah milik setiap manusia, kebebasan individu dalam menentukan pilihannya merupakan sifat utama dari aliran eksistensialisme.
Sartre menyatakan bahwa keberadaan mendahului esensi.Manusia membuat definisinya dan menciptakan esensinya sendiri, manusia memiliki kebebasan yang total.karena eksistensialisme menolak sistem atau pengkategorian agak sulit untuk menggolongkan secara metafisik, epistemologi, aksiologi maupun logika. secara epistemologi individu memilih pengetahuan yang dia harapkan ada dalam hidupnya. Aspek aksiologi dianggap yang paling penting karena manusia menciptakan nilainya sendiri sesuai dengan pilihan mereka. Dalam dunia pendidikan individu seharusnya melakukan diskusi tentang hidup dan pilihan mereka, karena individu memiliki kesulitan dan kemungkinan yang sama untuk bersekolah.  Di sekolah, antara guru dan siswa memiliki kesempatan yang sama untuk bertanya, menyarankan dan berdialog ( Ornstein dan Levine, 2008:175).
5. Aliran Posmodernisme
            Aliran postmodernisme berasal dari filsafat yang di kemukakan oleh frederich Niettze, seorang filsuf dari german serta martin heidegger. Postmodern merupakan tatanan dunia setelah periode modern, dan saat ini manusia telah melampaui masa modern serta berada pada dunia postmodern.
Filosof prancis Michel Focault dan jaques derrida adalah sosok yang penting dalam dalam membangun aliran postmodern.Derrida mengembangkan Dekonstruksi sebagai metode untuk menemukan teks asli.Teks tersebut sering berupa buku, tapi bisa juga berupa dialog, cerita atau tipe lain dari budaya yang ada. Dalam dunia pendidikan teks yang dimaksud panduan kurikulum, atau buku.tujuan dari dekonstruksi ini adala untuk menunjukkan bahwa teks tidak sekedar refleksi kebenaran metafisik atau pengetahuan yang objektif tapi lebih kepada konstruksi sejarah dan budaya yang didalamnya terdapat hubungan-hubungan kekuatan politik (Ornstein dan Levine, 2008 :177).
Postmodernisme menolak metafisik sebagai konstruksi sejarah.Mereka juga mengkritisi marginalisasi budaya diluar budaya barat seperti budaya Asia dan Afrika. Guru dalam paham postmodern harus melakukan dekonstruksi pemahaman tujuan, kurikulum, maupun tugas guru. Pendidikan berlangsung dengan prinsip keadilan tanpa bentuk marginalisasi suatu kelompok.

2. Landasan Teori Pendidikan
A. Teori Esensialisme
Esensialisme muncul dari akar filsafar idealisme dan realisme yang  dikembangkan oleh William C.Bagley seorang profesor pendidikan. Dia berpendapat bahwa sekolah harus mampu memfasilitasi kebutuhan ilmu seluruh siswa yang mereka butuhkan sebagai bagian dari masyarakat demokrasi. Fungsi sekolah adalah sebagai penjaga dasar-dasar kebudayaan manusia, dengan cara mengajarkan hal tersebut kepada siswa dalam bentuk skill dan mata pelajaran yang di organisasikan dengan baik dalam sebuah kurikulum.
Esensialis menganggap bahwa sesuatu yang baru dan terkadang metode yang coba-coba, yang mengabaikan sistem pengajaran pada kemampuan dasar membaca, menulis, berhitung, dan pelajaran-pelajaran yang esensi telah menyebabkan kemunduran pada performa akademik dan sosial.Selain itu, essensialis beranggapan bahwa sekolah dan guru harus berkomitmen pada misi utama pendidikan dan tidak terpecah pada area nonakademik.Walaupun isu sosial, ekonomi, politik, mungkin diangkat dalam mata pelajaran seperti sejarah atau pelajaran sosial, tidak terpolitisasi oleh kepentingan agenda ideologi tertentu. Prinsip utama sekolah adalah untuk mengajar siswa tentang kemampuan dasar dan pelajaran yang akan menyiapkan siswa dalam kehidupan demokratis (Ornstein dan Levine, 2008:181).
B. Teori Perenialisme
Perenialisme dikembangkan dari akar filsafat realis.Tokoh teori ini adalah Jaques Maritain, Robert Huthcin dan Mortimer Adler dan mendasarkan teori mereka dari filsafat realis yang dikemukakan Aristoteles.Pendidikan dianggap sabagai sesuatu yang bersifat universal dan autentik disetiap periode sejarah, tempat dan budaya.Pendidikan bersifat pakem tidak tergantung pada waktu tempat ataupun kebutuhan.
Tujuan utama pendidikan adalah untuk membawa setiap generasi untuk mencari kebenaran dengan melatih dan mengelola kemampuan berfikir rasional yang dimiliki setiap individu sebagai manusia.Karena kebenaran bersifat universal dan permanen maka begitu pula konsep pendidikan dalam pengertian perrenialisme. Pembelajaran menekankan pada pengulangan tema-tema tentang kehidupan manusia, mata pelajaran yang bersifat kognitif, mengelola pola fikir rasional, pelajaran tentang moral, etika, serta prinsip-prinsip agama untuk mengembangkan perilaku etis dan kemasyarakatan (Ornstein dan Levine, 2008:182). 
C. Aliran Progresivisme
Progresivisme berakar dari filsafat pragmatisme.Progresivisme berasal dari reformasi kehidupan sosial dan politik di Amerika.Berbeda dengan sekolah tradisional, pendidik progresif mendesain berbagai strategi untuk mereformasi pendidikan. Walaupun progresivisme sering diasosiasikan dengan teori jhon dewey, namun pendidikan progresif memiliki aspek-aspek yang berbeda. Menurut marietta jhon, pendiri sekolah organic di Albama menggambarkan pendidikan progresif lebih berpusat pada siswa. Jhonson mempercayai bahwa pendidikan akan lebih sukses dan memuaskan ketika dilakukan dengan mengeksplorasi secara aktif lingkungan sekitar mereka, dan mereka mengkonstruksi pengetahuan mereka tentang realitas berdasarkan pengalaman langsung (Ornstein dan Levine, 2008:187).
Pada intinya pendidikan dalam konsep progresivisme lebih mendasarkan pembelajaran pada aktivitas fisik dan pengalaman langsung.Siswa dapat memahami realitas dengan pembelajaran langsung.Siswa dapat belajar berdasarkan kebutuhan dan ketrtarikan mereka.
D. Teori kritik
Teori kritik banyak terpengaruuh oleh teori pendidikan kontemporer yang berakar dari filsafat marxis dan postmodern.Teori ini mengkritisi secara datail tentang pendidikan dan kehidupan sosial untuk mewujudkan pendidikan dan kehidupan sosial yang adil dan sesuai aturan sosial.
Teori kritik banyak mengangkat isu-isu tentang masalah-masalah ketidakadilan sosial, perbedaan kela, konflik sosial, dan menuntut adanya keadilan dan persamaan hak.Fokus utama mereka adalah membela kaum yang dianggap termarginalkan dalam kelompok sosial.
Teori kritik ingin ingin menumbuhkan kesadaran tentang pertanyaan pertanyaan yang berhubungan dengan pengetahuan, pendidikan, sekolah, pengajaran dan pembelajaran.disisi lain, teori kritik ingin menumbuhkan kesadaran tentang siapa yang  memaksa kedalam posisi subordinat, marginal dalam kehidupan masyarakat karena perbedaan etnis, bahasa, kelas, atau gender. Teori kritik memandang dalam kurikulum terdapat dua bagian yaitu kurikulum formal dan kurikulum tersembunyi.kurikulum tersembunyi yang dimaksud adalah untuk menerapkan etika dan perilaku serta nilai-nilai yang menjadi kepercayaan atau keyakinan dari lembaga atau sistem tertentu.Siswa membangun pengetahuan dan nilai-nilai mereka sendiri dalam kontek lokal, yaitu komunitas masyarakat tempat mereka tinggal dan sekolah yang mereka datangi (Ornstein dan Levine, 2008:193).

3Pancasila Sebagai Landsan Filosofis Pendidikan Nasional
A. Pancasila Sebagai Filsafat Bangsa
Pancasila lahir pada tanggal 1 Juni 1945. Nama ini terdiri dari dua kata dari bahasa Sanskertapanca berarti lima dan sila  berarti prinsip atau asas, jadi Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini tercantum pada pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alenia ke-4.
Pancasila sebagai dasar negara, artinya Pancasila dijadikan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan negara.Menurut Ketetapan MPR No. III/MPR/2000, Pancasila merupakan sumber hukum dasar nasional. Sebagai filsafat negara, pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, serta berbangsa dan bernegara.
B. Pancasila Sebagai Filsafat Pendidikan Indonesia
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensidirinya untuk memilikikekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 1 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memang mempunyai peran yang amat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan. Pendidikan selain sebagai sarana transfer ilmu pengetahuan, sosial budaya, juga sebagai sarana mewariskan ideologi suatu negara kepada generasi selanjutnya.
Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia. Karena Pancasila adalah dasar Negara Indonesia, maka Pancasila juga adalah dasar pendidikan nasional. Sejalan dengan ini Pasal 2 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyatakan bahwa: Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Sehubungan dengan hal di atas, bangsa Indonesia memiliki landasan filosofis pendidikan tersendiri dalam sistem pendidikan nasionalnya, yaitu Pancasila. Kita perlu mengkaji nilai-nilai Pancasila untuk dijadikan titik tolak dalam rangka praktek pendidikan maupun studi pendidikan lebih lanjut.
C. Implementasi Pancasila Dalam Dunia Pendidikan
Dijadikannya pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila harus selalu dijadikan landasan pokok dalam berpikir dan berbuat, dan hal ini mengharuskan bangsa Indonesia untuk merealisasikan nilai-nilai Pancasila itu kedalam sikap dan perilaku nyata baik dalam perilaku hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Menurut Pasal 3 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan NasionalPendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berkaitan dengan pancasila sebagai landasan filsafat pendidikan nasional, maka pada saat ini pemerintah sedang menggalakkan implementasi pendidikan karakter. Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja sama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain pendidikan karakter mengajarkan pada untuk berpikir cerdas sehingga mampu mengatasi berbagai macam masalah baru yang ada, meningkatkan kemampuan untuk berbaur dengan bangsa lain dengan tetap mempertahankan identitas dan budaya bangsanya.
Nilai-nilai Pancasila yang diwujudkan dalam pendidikan karakter di Indonesia antara lain: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab.

Daftar Rujukan 

Ketetapan MPR RI No.III/MPR/2000.Jaringan Dokumentasi dan Informasi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. (online), www.menerba.esdm.go.id, diakses 16 September 2013.
Ornstein, Allan C. & Daniel U. Levine. 2008. Foundation of Education. New York: Houghton Mifflin Company. All rights reserved.
Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.Jaringan Informasi dan Dokumentasi Hukum Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (online), www.bpk.go.id, diakses 16 September 2013.
Undang-undang RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Jaringan Dokumentasi dan Informasi. (online), www.mahkamahkonstitusi. go.id, diakses 16 September 2013.

Posting Komentar untuk "LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN "